Sabtu, 12 September 2009

PRAHARA HUTAN BANDAN (tamat)


Suara ckit burung menyambut datangnya pagi Sang mentari bersinar lembut menyinari buml. Dua orang lelaW berwajah kasar melangkah memasuki mu-lut Desa Bandan. Melihat senjata yang terselip di ping gangnya, bisa diketahui kalau kedua orang itu
"Benarkah katamu, Kang? Apa kau yakin benda bercahaya itu jatuh di Hutan Bandan?" tanya salah seorang yang berwajah bopeng

Orang yang dipanggil kakang, hanya mengang gukkan kepalanya Tubuhnya rJnggi besar dan kekar tapi wajahnya kurus. Hampir-hampir ridak berdaging. Seperti tengkorak saja layaknya.

"Begitulah berita yang kudengar Adi. Sayang, aku tkiak tahu tempatnya," sahut laki-laki yang berwa>ah tengkorak. "Menurut orang yang k ta tanyai hutan itu tak jauh dari sini. Tapi. di mana ya?" sambung si muka tengkorak lagi sambil memandang sekelilingnya.

"Nanb bisa kita tanyakan pada penduduk yang ki ta temui lagi, Kang," rjmpal laki-laki bermuka bopeng iru.

Belum lag! mereka melangkah >auh, keduanya

5

berpapasan dengan Hga orang petani yang tengah me nuju ke sawah. Laki-laki bermuka bopeng itu bergegas mendekati

"Hel. Pak Tua...l" tegur laki-laki bermuka bopeng itu keras

Tkja orang petani yang rata rata berusia setengah baya itu menoleh ke a rah a sal suara. Kening mereka beTkerul. begitu mclihat dua orang aneh bertingkah laku kasar datang mendekat.

"Kau tahu di mana letak Hutan Bandan, Pak Tua?" tanya laki-laki berwajah bopeng dengan kasar.

Wajah tiga orang petani itu mendadak pucat Tapi hal ini malah membuat si muka bopeng tertawa sc-nang.

"Tidak perlu takut." ucap laki lakl berwajah bo peng itu dengan lagak memuakkan. "Kalau kalian memberitahu letak hutan itu, kalian tidak akan kami apa apakan "

Ketiga petani itu menggeleng-gelengkan kepala-nya serempak.

"Kami... kami tidak tahu, Tuan," jawab salah se orang yang berkumis putih.

"Apa?!" terlak si muka bopeng. Sepasang mata-nya membelalak lebar "Kau berani berbohong pada kami. tua bangka peot?!"

Sambil berkata demikian. tangan laki-laki kasar itu meraba hulu pedang di plnggangnya Teniu saja hal Itu membuat ketiga orang petani itu gemetar

6

"Aku... aku tidak bohong. Tuan .," sahut salah >-'orang dari petani itu terbata bala

Terdengar suara berderak keras saat laki-laki bermuka bopeng Itu mengepalkan tangan kirinya.

"KeparaL..! Rupanya kau lebih suka memilih mati, heh?! Kalau benar begitu. pergUah ke neraka, tua bangka!"

Setelah berkata demikian tangannya berkelebat cepat. Dan.... SratJ Crak..! "Akh...!"

Si petani berkumis putih menjerit tertahan Pedang laki-laki bermuka bopeng itu telah membabat lehemya. Seketika kepala si petani terpisah dari lehernya!

Dua orang petani lainnya menatap tubuh kawan-nya yang tidak bernyawa lagi dengan mata tidak ber-dip. Bergidik bulu kuduk mereka menyaksikan ke matJan kawannya yang begitu tragis. Jangankan mela-wan, berdiri saja rasanya hampir tak sanggup lagi!

"Nah! Bagaimana? Mau menunjukkan di mana letak Hutan Bandan atau. memilih nasib seperrJ dia!" ancam laki-laki bermuka bopeng seraya menunjuk ma-yat petani sial yang sudah tak berkepala. Sedangkan laki-laki berwajah tengkorak hanya memperhatjkan semua peristhva itu sambil menyeringal kesenangan.

Dua orang petani itu saling berpandangan sejenak Mereka tidak berani memandang wajah beringas si muka bopeng

7

"Cepat jawab...! Sebelum kesabaranku hilang...!" sentak si muka bopeng gusar

Tubuh dua orang itu menggigil semakin menjadl-jadl Tiba aba mereka nekat membalikkan tubuh dan berlari menlnggalkan si muka bopeng.

"Rupanya kalian juga memilih mampus...!" ter-dengar suara berseru nyaring Tahu tahu di depan ke-duanya telah berdiri si muka tengkorak. Kedua ta ngannya terlipat di dada.

"Ah...!" kedua petani itu berseru kaget Dengan wajah pucat mereka menghenrJkan langkahnya.

Belum lagi mereka sempat berbual sesuatu, si muka tengkorak telah menggerakkan tangannya. Da-lam sekejap tangannya telah menggenggam sebatang golok

"Hih...!"

Si muka tengkorak menusukkan goloknya ke arah perut salah scorang petani malang itu Blesss...! "Aaakh...!"

Petani sial itu menjerit mem lukan ketika golok Itu menembus perutnya. Darah segar bermuncratan dari perutnya Beberapa saat lamanya petani stal Itu berke-lojotan meregang nyawa. sebelum akhlrnya dlam tidak bergerak lagi.

Petahan lahan si muka tengkorak mendekati petani yang tersisa. Kontan si petani mundur ketakutan

8

Tapi langkahnya terhenti ketika punggungnya terasa menyentuh sesuatu Sambil berjingkat kaget, ia meno-leh ke belakang.

Temyata punggungnya menyentuh ujung pedang yang diacungkan si muka bopeng Kinl dia tidak bisa lari ke mana mana

"Ampun... ampunkan aku, Tuan anakku ba-nyak.... Jangan bunuh aku...," rintih petani itu meme-las.

Si muka tengkorak mendengus

"Kami akan mengampunimu, Pak Tua Kalau kau sayang pada anak-anakmu, katakanlah, di mana letak Hutan Bandan?! Bila kau menolak. maka kami bdak segan-segan mengirimmu ke akherat!"

Tubuh si petani semakin menggigil mendengar an-caman itu.

'Ttt... tapi. Tuan.... Hutan yang Tuan sebutkan itu adalah hutan larangan. Hutan keramat! Hutan itu telah diamanatkan agar dijaga oleh penduduk Desa Bandan. Tidak seorang pun diperbolehkan masuk ke dalamnya. Kalau ada yang masuk, apalagi sampal membuat onar, maka bencana akan menlmpa desa kami..." ucap petani itu terbata bata

"Aku tidak peduli apa yang tenadi dengan desa Ini! Katakan di mana letak Hutan Bandan atau kau ingln mati pelan pelan, heh! Ini kesempatanmu yang terakhtr, Pak Tua!" si muka bopeng sudah tak sabax. Pedangnya yang sejak tadi menempel di punggung si

PRAHARA HUTAN BANDAN

9

petani semakin ditekan. Darah mutai menetes dari luka di punggung petani matang itu.

Si petani menggigil bibirnya. menahan rasa nyeri di punggungnya

"Ba... balk, balklah," u)ar petani itu terputus-putus.

Si muka bopeng menank kembali pedangnya "Hutan itu ada di balik gunung." si petani men-

Jawab sambil menunjuk ke arah sebuah gunung di ha

dapannya

Kedua orang kasar itu mengikuti arah yang dilun Juk oleh si petani. Bcnar mereka memang melihat sebuah gunung yang menjulang di kejauhan

Si muka tengkorak menganggukkan kepalanya ke arah si muka bopeng. Saat Itu juga, si muka bopeng menusukkan pedangnya ke punggung si petani

Cappp...!

"Akh...!"

Darah bermuncratan ketika pedang Itu menembus punggung hingga ke perut si petani.

Orang malang itu terbungkuk-bungkuk meme-gangi perutnya. Lukanya bertambah lebar ketika si muka bopeng menarik kembali pedangnya

"Kkk.... kenapa Tuan mengingkart Janjl...?" si petani bertanya sambil menahan rasa sakit.

Desss!

Tendangan si muka tengkorak menpwab perta-

10

nyaan si petani itu "Hugh...!"

Si petani mengeluh tertahan. Tendangan Itu tepat mengenal perutnya. Tubuhnya terjengkang, berguling guLng di tanah. Sang maut telah menjemputnya.

Tanpa mempedul kan mayat mayat petani sial itu, keduanya segera bergegas menuju arah yang ditunjuk-kan si petani

Tanpa mereka sadari, sejak tadi seorang anak be lasan tahun melihat semua kejadian itu dari batik se-mak belukar

Begitu dilihatnya kedua pembunuh Itu berialu, anak itu pun segera berlari kencang ke arah desa.



Ki Gayan. Kepala Desa Bandan tersentak kaget mendengar laporan yang dibaiva oleh anak belasan tahun di depannya la mengenaii anak itu sebagai salah seorang ivarganya.

"Benarkah semua yang kau katakan Ini, Dursa?" tanyanya lagi meminta ketegasan.

"Sungguh mati. Kl. Aku tidak bohong!" sahut anak yang bemama Dursa itu.

Ki Gayan menggelengkan kepalanya.

"Cepat kau beritahukan peristiwa ini pada Kl Sancaperta, Dursa," perintah laki-laki setengah baya

11

Itu "Antarkan dia langsung ke tempat kejadian!" "Sekarang, Kl?"

'Tentu saja!" sentak Kl Gayan agak kesal

Kembali Dursa bertari Kali ini tujuannya adalah rumah Kl Sancaperta. guru silat dl desa Ini Sedangkan Ki Gayan segera beranjak menuju tempat pembu-nuhan bersama salah seorang pengau/alnya

Dalam waktu singkat Desa Bandan geger. Kema rJan tiga warganya membuat mereka resah. Rasa cemas nampak terlihat di setiap wajah penduduk

"Hal Ini tidak boleh dibiarkan!" tegas Ki Gayan. "Kita harus menangkap pembunuhnya

"Aku setuju dengan pendapatmu. Gayan!" du-kung seorang yang bertubuh tegap. Orang ini kelihatan gagah dengan cambang bauk lebat di wajahnya. Dia satu-satunya guru silat di Desa Bandan ini. Murid-muridnya cukup banyak Semuanya penduduk desa itu. "Akan kukejar orang yang berani kurang ajar me-masuki Hutan Bandan. Gayan. Jika melalul jalan pin-tas. mungkin aku masih dapat mendahului mereka. Mudah-mudahan keduanya belum sempat memasuki hutan."

"Ahhh...! Usulmu bagus sekall. Sanca." sahut Kl Gayan gembira.

"Kalau begitu. aku pergi dulu. Gayan."

Setelah berkata demikian. Ki Sancaperta segera melesat dari tempat Itu. Gerakannya cepat bukan main Sekali bergerak, tubuhnya sudah berada beberapa

12

tombak di depan.

Kl Gayan segera memerintahkan para penduduk mengurus ketiga jenazah warganya. Laki-laki setengah baya Ini merasa prihatin atas malapetaka yang menim-pa keluarga korban.

"Bukan tidak mungkin masih banyak orang yang akan menanyakan letak Hutan Bandan Entah apa yang sebenarnya mereka Inginkan?" desah Kl Gayan pada dirinya sendlri. Sepertinya ada beban berat yang menekan batinnya.

*?*

Kl Sancaperta mengerahkan seluruh kemampuan yang dimilikinya. Sebagal orang yang sudah puluhan tahun tinggal di situ, ia hapal betul seluk beluk seluruh Desa Bandan. Kl Sancaperta tahu jalan pintas menuju Hutan Bandan.

Tanpa mempedulikan onak dan ranting yang me-lukainya. Kl Sancaperta terus merambah semak be-lukar.

Begitu hamplr menembus rerimbunan semak tera-khlr. matanya menangkap adanya dua sosok tubuh te-ngah berjalan dl depannya

Brusss...!

Kl Sancaperta cepat-cepat menerobos semak tera-

khlr.

"Klsanak berdua. harap tunggu sebentar...!" seru

13

guru silat ini

Kedua orang itu menghentikan langkahnya sambil menoleh ke bclakang mencari asal suara.

Sesaat kemudlan Ki Sancaperta telah berdlri me-nantang
Ki Sancaperta mengamatl kedua orang kasar Itu sejenak. Keduanya mempunyai clri-ciri sesual seperti yang dkeritakan Dursa. Yang satu, wajahnya bopeng. sementara yang seorang lagi berwajah kurus. Jadl Inl-kah kedua orang yang telah membunuh Oga orang warga desanya?

"Slapa kau?!" tegur si muka bopeng kasar. Mata-nya menatap tajam sekujur tubuh guru silat itu

"Seharusnya akulah yang mengajukan pertanyaan itu, Kisanak!" sergah Kl Sancaperta seraya tersenyum.

"Kurang ajar! Rupanya kau cari mampus. heh!" bentak si muka bopeng

"Kalianlah yaiig cari mampus! Aku menuntut balas atas kematian tiga warga desaku yang baru saja kalian bunuh!" sahut Ki Sancaperta geram

"Keparat..! Mampuslah kau..!" teriak si muka tengkorak sengit.

Tanpa sungkan-sungkan lagi. segera dkabut go-loknya. Lalu disabetkannya ke leher Ki Sancaperta Begitu si muka bopeng melihat kawannya sudah me-nyerang la bersiap slap membokong Wuttt...!

14

Dan gerakannya, Kl Sancaperta tahu kalau kedua orang lawannya ini hanya memiliki sediklt kepandaian Rasanya tidak terialu sulit baginya merobohkan keduanya

Segera kepalanya ditank ke bebkang sehingga serangan itu lewat beberapa rambut dari wajahnya. Pada saat yang bersamaan. Ki Sancaperta segera me-lepaskan tendangan lurus ke arah perut.

Buk!

"Hugh...!"

SI muka tengkorak mengeluh tertahaa Tubuhnya terjengkang ke belakang Darah segar menetes di udut sudut blbirnya

Tap! sebelum Ki Sancaperta mengirimkan serangan susulan. si muka bopeng lebih dulu melesat me-nyerang. Pedang di tangannya menusuk cepat ke arah leher.

Ki Sancaperta mendengus. Laksana kilat tubuhnya menyelinap ke bawah. Pada saat yang bersamaan, cfi-lepaskannya pukulan bertubl tubi ke arah dada dan perut lawan

Bukl Buk...!

"Hughk...!"

Bertubl-tubl pukulan yang dilancarkan Kl Sancaperta mengenal sasaran Terdengar suara berderak ketika tulang-tulang rusuk si muka bopeng berpatahan. Darah segar keluar dari mulut, hidung, dan tel nganya

15

Bruk...!

Tubuh st muka bopeng jatuh lersungkur Nyawa-nya melayang seketika "KeparaL..!"

Si muka tengkorak berteriak gusar. Golok di tangannya dlputar putar laksana baling baling Sambil mengeluarkan teriakan melengking, diterjangnya guru silat Itu

Ki Sancaperta dengan tenartg menggerakkan tubuhnya ke sana kemari. Semua serangan si muka tengkorak mengenai tempat kosong. Dan pada suatu ke sempatan....

Tak!

St muka tengkorak memekik ketika tendangan Kl Sancaperta mengenai pergelangan tangannya. Golok di tangannya terlempar.

Sebelum orang kasar Ini sempat berbuat sesuatu, kaki yang baru saja menendang pergelangan tangannya berputar cepat mengancam rahangnya Gerakan Itu begitu cepat dan tiba tiba, sehingga si muka teng korak tidak sempat menghlndar.

Krak...!

Terdengar suara berderak keras ketika tulang leher si muka tengkorak patah Tubuhnya tedempar ke belakang. Beberapa saat lamanya, laki-laki kasar itu menggebat menjemput maut.

Ki Sancaperta memandangi kedua sosok tubuh

16

yang terkapar itu sejenak. Dengan sekall hentakan, kedua mayat itu ditendang masuk ke semak semak.

Setelah menyelesaikan pekerjaannya laki-laki ga gah itu bergegas kembali ke Desa Bandan

"Aku semakin khawatir melihat perkembangan akhir-akhhr Ini Gayan," ucap Ki Sancaperta ketika malam harinya mereka berembuk membahas masalah tadi pagL

Pertemuan itu juga dihadiri oleh Gempal, penga wal Ki Gayan sekaligus merangkap Kepala Keamanan Desa Bandan Tak kebnggalan pula Jiwala, mund uta ma Ki Sancaperta.

"Hhh...!" Kepala Desa Bandan itu hanya menghe-la napas panjang.

"Ini adalah kejadian ketiga kalinya, Gayan. Belum lama ini beberapa warga kita ditemukan tewas karena masalah yang sama Orang orang kasar itu selalu me nanyakan letak Hutan Bandan. Dibentahukan atau tidak, tetap saja mereka dibunuh." ucap laki-laki gagah itu lagi.

"Hm..., mungkin karena adanya berita yang bere-dar di dunia persilatan. Guru," tukas Jiwala

Laki-laki gagah bercambang bauk itu menoleh ke arah muridnya.

"Berita apa, Jiwala?" tanya guru silat itu. Nada

PRAHARA HUTAN BANDAN

17

suaranya menylratkan rasa ingin lahu. Bukan hanya Kl Sancaperta saja, Kl Gayan dan Gempal pun me-mandang wajah Jiwala dengan penuh perhatian.

Jiwala menadk napas panjang sebelum memulai keterangan.

"Menurut berita yang kudengar, ada sebuah ben da bercahaya dari langit yang jatuh di seWtar Gunung Bandan. Jadi, yahhh.... di sekltar Hutan Bandan-lah...," tegas pemuda bertubuh pendek kekar Itu

"Benda bercahaya dari langit...?" gumam Ki Sancaperta. Jelas kalau guru silat Hu masih belum menger-ti. Ditatapnya Ki Gayan. dan Gempal. Tapi keduanya teHihat tengah mengemyitkan alisnya Rupanya kedua orang ini juga dilanda perasaan yang sama.

"Benarkah apa yang kau ucapkan ini, Jiwala?" tanya Ki Sancaperta memlnta ketegasan.

"Begitulah berita yang kudengar. Guru." sahut Jiwala disertai anggukan kepalanya.

"Kalau benar semua yang kau ucapkan itu. berarfj Wta sekarang berada dalam bahaya!"

"Mengapa demikian. Ki?" tanya Gempal Matanya merayapi wajah Kl Sancaperta yang terlihat gelisah.

Guru silat Itu menatap wajah Kepala Keamanan Desa Bandan itu lekat lekat

"Kau tidak bisa menduga akibat benta Hu, Gempal?!" tanya laki-laki gagah itu. Suaranya mengandung teguran. "Orang orang persitatan pasti akan berbon dong-bondong datang ke Hutan Bandan Bukankah

18

kau tahu bahwa hutan itu merupakan daerah terln-rang? Bukankah kita dipesan untuk melarang siapa pun masuk ke dalamnya? Kalau hal itu dllanggar, maka desa kita akan dilanda muslbah!"

Wajah Gempal memerah karena malu. Pikirannya baru terbuka setelah mendengar penjelasan panjang lebar dari gurunya. Gempal memang kurang cepat tanggap terhadap setiap masalah, meskipun kedu-ukannya adalah sebagai kepala keamanan desa "Lalu bagalmana baiknya, Sanca?" tanya Kl Gayan. Otaknya buntu memlkirkan jalan keluar perso-Jan ini.

Kl Sancaperta menghela napas panjang mendengar pertanyaan Itu Bisa dimakluml kebingungan dl banak kepala desa yang sejak kecil menjadi teman ka-ribnya Ini.

"Kau Bdak mempunyai usul. Gayan?" tanya guru L-J Itu. Pelan dan datar nada suaranya

Ki Gayan menggelengkan kepalanya.

"RWranku buntu, Sanca." sahut kepala desa itu mendesah.

Ki Sancaperta tercenung sejenak

"Kalau begitu, beginl saja Jiwala dan Gempal me mlmpln penjagaan dl mulut desa. Usahakan, cegah orang yang akan menuju Hutan Bandan. Jlka men jumpal lawan yang lebih kuat, segera pukul kentongan Aku akan datang membantu kalian Kalian pa ham?!" tanya guru silat Ini sambil menatap kedua laki-laki

19

muda di hadapannya

"Paham, Gum!" sahut Jiwala sambil mengangguk kan kepalanya

"Paham. Ki!" Jawab Gempal pula.

"Bagus! Atur penjagaan sebaik-baiknya."

20

Seorang pemuda berambut putih keperakan melangkah pelahan memasuki Desa Bandan Baru saja la melangkah meJewatJ tembok baru batas desa, di de-pannya telah menghadang belasan orang bersenjata lengkap. Sikap mereka tampaknya tidak bersahabat

Pemuda yang tidak lain adalah Arya atau yang le-bih terkenal berjuluk Dewa Arak itu mengerutkan altsnya. Tapi, pemuda ini seotah-olah bersikap tidak tahu apa yang terjadi di hadapannya.

"BerhenrJ...!"

Terdengar teriakan bemada kasar. Belum lagi gema teriakan itu lenyap. tahu tahu belasan sosok tubuh tadi sudah bergerak mengurungnya.

Srat! Srat...!

Serentak orang-orang itu mencabut senjatanya. Tentu saja hal ini membuat Dewa Arak yang tidak tahu a pa-a pa. menjadl kaget bukan main.

"Tahan !" teriak Arya keras. Kedua tangannya dljulurkan ke depan. "Ada apa Ini? Mengapa kisanak semua menghadang perjalananku?"

Salah seorang pengepungnya maju menghampbt Orang itu adalah Jiwala, murtd kepala Kl Sancaperta.

21

"Tidak usah berpura pura. Klsanak! Bukankah kau ingin ke Hutan Bandan untuk mendapatkan benda langit itu?" sergah pemuda bertubuh pendek kekar Itu sambil tersenyum slnis.

Dewa Arak mengerutkan keningnya. Ia tidak me ngerrJ maksud pembicaraan orang itu.

Belum lagi Arya menjawab. si pendek kekar sudah melompat menyerang. Golok di tangannya disabetkan ke leher Dewa Arak.

Tentu saja serangan orang yang berkepandaian sepertt Jiwala tidak berarrJ apa apa bagi Dewa Arak. Kalau dia mau, hanya dengan menyalurkan sedlkit te naga dalamnya, serangan tadi tidak akan mampu me lukai kulitnya

Tapi Dewa Arak tidak mau mempertunjukkan kellhalannya. Kepalanya dim ringkan sedikit, sehingga serangan Itu lewat di atas kepalanya. la tak ingin me lancarkan serangan balasan Arya tahu kalau belasan orang Ini hanya salah paham.

Jiwala kalap begitu melihat serangannya dapat di gagalkan Kini, golok di tangannya kembali menyam-bar semakin dahsyat.

Lagi lagi pemuda kekar In] menerlma kenyataan pahit Semua serangannya dapat dieiakkan secara mu-dah oleh Dewa Arak. Hal Ini membuat kemarahannya semakin meluap Sambil menggertakkan gigi, dlperhe-bat serangan serangannya

Dewa Arak mengemyitkan alibnya. Hannya kesal

22

mefihat kenekatan lawan. Akhirnya Arya memutuskan untuk segera menyelesalkan pertarungan ini

"Lepas...!" teriak Dewa Arak keras. Dengan kece-patan yang sukar diikuti mata. tangannya bergerak me notok ke arah sikut Jiwala.

Tuk!

"Akh....»"

Murid kepala Ki Sancaperta ini memekik tertahan. Sekujur tangannya lumpuh seketika. Belum lagi dia sempat berbuat sesuatu, tahu tahu golok di tangannya telah berada dalam genggaman Dewa Arak.

Kinl sadadah Jiwala kalau pemuda dl hadapannya memlliki kepandaian Jauh di atasnya. Tanpa ragu-ragu lagi dia segera menoleh ke belakang sambil berseru keras.

"Serang..!"

Seketika itu juga para pengepung Dewa Arak segera menyabetkan senjatanya masing mas ng

Dewa Arak mengemyitkan keningnya. Orang orang ini benar-benar nekat! Mereka sama sekali tidak mau mendengar penjelasannya Arya akhimya memutuskan untuk menghindar. Pemuda berbaju ungu ini khawatir kalau melawan dengan kekerasan hanya akan memperuncing keadaan.

Dengan mengandalkan ilmu penngan tubuhnya yang oudah mencapai tingkat tinggi, Dewa Arak me tenting ke atas, melewatl kepala para pengeroyoknya.

23

"Hup...!"

Ringan tanpa suara kedua kakinya mendarat dl bar kepungan. Dan secepat itu pula segera dJangkah kan kakinya meninggaikan tempat itu.

Jiwala dan teman temannya terpaku melihat la-wan yang mereka serang sudah tidak berada di tern patnya lagi Untuk sesaat mereka celingukan mencari cari.

"Itu dia...!" teriak Jiwala menun uk ke arah Dewa Arak yang tengah melangkah memasukl desa

Mereka segera berbondong bondong mengejar Tentu saja Dewa Arak yang berjalan biasa, dalam wak tu singkat sudah terkejar. Pemuda berambut putih ke perakan ini kembali dikepung.

"Jangan harap dapat memasukl Hutan Bandan sebelum melangkahl mayat kami. Kisanak!" seru Jiwala keras.

"Hhh...!" Dewa Arak menghela napas panjang. "Harap kisanak semua mau mengerti penjelasanku. Sungguh, aku sama sekali tidak berniat menuju ke Hutan Bandan. Apalagi mencari apa yang kalian sebut benda langit itu."

Jiwala mengemyitkan keningnya Ucapan pemuda berambut putih keperakan ini mulai membuatnya se-dikit percaya

"Lalu, apa maksudmu datang ke dc > ini?" tanya diwala lagi. Nada suaranya mulai terd«.nga iunak.

"Hanya kebetulan lewat," sahut Arya

24

"Hanya itu saja?" desak Jiwala. Ada rasa todak percaya pada nada suaranya

"Ya." jawab Arya singkat

Pemuda bertubuh pendek kekar itu mengangguk-nggukkan kepalanya.

"Kalau boleh kutahu. siapa namamu, Kisanak?" tanya pemuda pendek kekar itu lagi. "Aku Jiwala."

"Arya. Arya Buana."

"Baiklah, Arya. Kami percaya bahwa kau tidak hendak menuju Hutan Bandan Tapi ingat, kalau ter-nyata kau menuju ke sana, kami tidak akan segan se jan menindakmu!" tandas Jiwala tegas.

Dewa Arak menghela napas lega.

"Terima kasih atas kepercayaan yang kau berikan padaku, Kakang Jiwala. Percayalah..., nama Hutan Bandan, mendengamya pun baru kali ini. Itu pun dari mulutmu sendiri, Kang."

"Aku percaya padamu, Arya. Kelihatannya kau berbeda dengan orang-orang persilatan yang pemah 'tang ke sini," jelas Jiwala.

"Jadi, banyak orang yang datang kemari mena-nyakan masalah Hutan Bandan Itu, Kang?"

"Ya." sahut Jiwala sambil menganggukkan kepalanya. "Semua ini karena beredamya berita yang ter sebar luas di luaran."

"Berita apa. Kang?" tanya Arya ingin tahu

'Berita yang mengatakan adanya sebuah benda

PRA11ARA HUTAN BANDAN

25

bersJnar dari langit yang Jatuh ke Hutan Bandan Entah dad mana asal berita itu. Jelas berita itu telah membuat orang-orang persilatan berbondong-bondong ke-mari mencannya Padahal Hutan Bandan bagi kami merupakan hutan larangan Tidak seorang pun diper bolehkan menginjakkan kakinya ke sana. Kalau itu sampal terjadi, kamilah yang akan terkena akibat nya...," jelas Jiwala sambil mendesah

Dewa Arak mengangguk anggukkan kepalanya. Kiranya la sudah bisa memperkirakan apa yang tenadl di desa ini. Kaum persilatan, lebih lebih dari golongan hitam. rata rata bersikap kasar. Hal ini sudah pasti akan menimbulkan kesulitan Apalagi penduduk desa ini tidak mengijinkan orang memasukl Hutan Bandan Bcntrokan sudah pasti tidak bisa dihindari lagi.

"Belum lama ini, tiga orang penduduk kami tewas karena tidak mau memberitahu orang yang menanya kan letak Hutan Bandan," sambung Jiwala lagi. tin rung sebelum kedua orang itu memasukl Hutan Bandan, guru kami telah berbndak cepat, schingga kedua-nya tewas sebelum memasuki Hutan Bandan "

Dewa Arak mengangguk anggukkan kepalanya. Saat itu pandangan matanya yang tajam menangkap sosok dl kejauhan bergerak mendekati tempat mereka Gerakannya cukup cepat. sehingga tak lama kemudian sudah berada dl dekat mereka.

"Guru...!" Jiwala dan teman temannya segera memberi hormat begitu mengenali orang yang baru

26

datang itu

Arya menatap laki-laki bertubuh kekar dan ber-cambang bauk Itu Orang yang baru tiba adalah Ki Sancaperta. guru silat desa itu.

Ki Sancaperta menatap lekat lekat sekujur tubuh Dewa Arak. Keningnya berkernyit dalam Jelas ada sesuatu yang dipikirkannya

"Ahhh...! Tidak salahkah penglihatanku?! Be narkah yang sekarang berada di hadapanku ini Dewa Arak?!" ujar Kl Sancaperta beberapa saat kemudian

Tentu saja ucapan Ki Sancaperta membuat murid muridnya terperangah. Be narkah pemuda berambut putih keperakan yang mereka kepung ini adalah pen dekar yang tersohor itu?

"Ah...! Hanya julukan kosong saja, Kl," sahut Arya merendah.

"Ha ha ha...!" guru silat itu tertawa bergolak. "Be-gitulah jawaban orang yang telah memilikl kepandalan hnggi Semakin bensi semakin merunduk!"

Wajah Dewa Arak langsung memerah. Memang begitu sikap Arya. la merasa risih jika ada orang yang memujlnya.

"O ya, Dewa Arak. Bagaimana kalau kau singgah dulu di sinl Perlu kau ketahul sebentar lagi desa Ini akan menjadl desa neraka Puluhan orang persilatan akan datang kemari Kami sangat mengharapkan ban tuan darimu Dewa Arak!"

"Saya akan berusaha, Ki," sahut Arya mendesah.

27

"Ha ha ha...! Terima kasih atas kesediaanmu Marl, mari...!" ajak Ki Sancaperta seraya beranjak me-ninggalkan tempat itu diikuri Dewa Arak yang mengangguk setuju.

"O ya, Jiwala! Teruskan pen agaan1 Jangan blar kan orang luar masuk ke desa Ini!"

Balk, Guru!" sahut Jiwala penuh semangat. Pi kirannya masih terpaku pada apa yang baru saja di dengamya Sulit dipercaya bila pemuda yang tadi diserangnya adalah Dewa Arak Sungguh luar biasa pengalaman yang didapatnya had ini. Bertarung dengan tokoh yang sangat tersohor, Dewa Arak!

Tiga sosok tubuh melangkah pelahan merambah hutan. Potongan tubuh mereka rata rata kekar dan tegap. Wajah ketiganya pun mi p satu sama lain. Du nia persilatan menjuluki mereka Tiga Memedi Putih Yang membedakan mereka satu sama lain adalah ciri-ciri khas mereka. Mata mereka memandang liar ke Sana kemari

"O ya, Kang Narda. Benarkah berita yang Kakang dengar itu? Benarkah benda langit jatuh di hutan ini?" tanya salah seorang dari mereka yang beralis putih. Memedi Alls putih, julukannya.

Orang yang dlpanggil Narda menoleh. Berbeda dengan orang yang menegumya Narda memlliki jeng-

28

got putih, sehingga diberi julukan Memedi Jenggot Putih.

"Berita itu sudah demikian meluasnya. Adi Ham pir semua orang persilatan tahu. Bahkan asal tahu saja, aku bukan hanya mendengar berita itu... tapi juga melihat dengan mata kepalaku sendiri."

"Benarkah yang kau katakan itu, Kang Narda?" tanya Memedi Kumis putih. Orang ini disebut demikian karena memlliki kumis putih.

"Sungguh! Sekarang pasang mata kalian lebar-lebar Aku khawanr kita keduluan orang lain. Kaban tahu, bukan hanya kita bertiga saja yang meng nginkan benda langit itu!"

Mendengar ucapan Memedi Jenggot Putih, semangat dua orang rekannya bangkit kembali. Mata mereka semakin liar merayapi setiap sudut Hutan Bandan.

Srak..!

Memedi Kumis Putih menyibakkan semak-semak di depannya. Tapi begitu semak-semak itu t rkuak se-cepat kilat tubuhnya melenbng ke belakang Sebuah jeritan tertahan keluar dan mulutnya.

Jeritan Memedi Kumis Putih mengejutkan kedua orang rekannya. Serentak keduanya berpal ng dengan kap waspada. Sebelum mereka sempat bertanya. tahu tahu dari balik semak-semak itu melesat sesosok bayangan putih yang luar biasa besamya Bayangan Itu langsung melesat ke arah Memedi Kumis Putih.

29

"Aummm...!"

Memedi Kumis Putin terperanjat kaget. Kejadian itu berlangsung begitu cepat. Buru-buru dia melompat ke samp ng Tubuhnya berguling-guling menjauhi bina tang itu. Sesaat kemudian la sudah berdlri dengan sebuah ganco tergenggam di tangannya.

Memedi Jenggot Putih dan Memedi Aiis Putih kaget bukan kepala ng Di hadapan mereka kini telah ber-diri seekor macam berwama putih yang sangat besar.

"Macan putih...," desis Tiga Memedi Putih seren-tak Pandang mata mereka seakan akan tidak mem-percayai apa yang dilihatnya. Mereka segera tenngat kalau macan putih di hadapan mereka ini bukan ter-golong macan putih biasa. Tapi macan ajaib!

Sudah menjadi rahasia umum kalau macan putih ajaib memlliki banyak kegunaan. Darahnya dapat me nyembuhkan segala macam penyakit akibat kera-cunan. Bahkan apablla dimlnum akan membuat orang kebal terhadap segala jenis racun. Racun apa pun yang masuk ke dalam tubuhnya langsung menjadi tawar Bukan hanya itu, tulang tulangnya dapat dijadikan senjata pusaka. Kulitnya apabila dijadikan pakaian akan membuat pemakainya kebal terhadap jenis senjata apa pun!

"Gagal mendapat benda langit, aku pun tidak pe nasaran... asalkan dapat menangkap binatang ini." gu-mam Memedi Alis Putih pelan.

Kedua rekannya menganggukkan kepala pertanda

30

setuju.

Macan putih tidak membiarkan ketiga orang dl hadapannya berpikir lebih lama lagi Dengan sebuah auman dahsyat, binatang itu menerkam Memedi AOs Putih yang berada sendirian, terpisah dari rekan rekan

nya.

Tapi si alis putih ini rupanya sudah bersiaga sebe-lumnya. Begitu macan itu melompat, segera tubuhnya dilempar ke belakang sambil menyabetkan ganconya.

Takkk...!

Telak dan keras sekali senjatanya menghantam kepala macan itu Tapi akhirnya. justru tangannya ter tar hebat Sementara macan itu tampak tidak ter pengaruh sama sekali.

Kedua rekannya tidak membiarkan Memedi Alis Putih menghadapi binatang itu sendinan. Mereka segera bergerak membantu. Tak lama kemudian tenadilah sebuah pertarungan yang unlk Pertarungan antara seekor macan dengan tiga orang manusla.

Tiga Memedi Putih mengeluh dalam hati Mereka sama sekali tidak menyangka kalau macan putih itu Ivgitu tangguh. Berkall-kali pukulan. tendangan atau pun sabetan ganco menghantamnya. Tapi semua itu seolah-olah tidak dlrasakannya

Sebailknya, setiap cakaran, tubrukan, maupun tarn pa ran sang macan, membuat mereka ponlang-panrJng mengelakkannya

"Aummm...!"

31

Untuk keseklan kalinya sambil mengeluarkan auman menggetarkan dada. macan putih menerkam Memedi Kumis Putih.

"Aaakh...!"

Memedi Kumis Putih menjerit melengking. Ter kaman sang macan tak dapat dielakkannya Tubuhnya langsung terjengkang Kini sang macan berada di atas tubuhnya.

Mesklpun kedua bahunya telah robek, tapi laki-laki berkumis putih itu tidak mau menyerah begitu saja. Dengan sekuat tenaga. ditahannya leher macan yang berusaha menggigit lehemya

Dua orang rekannya tidak fanggal diam. Mereka segera melesat menghampm ka wan nya Tapi terlam bat...!

"Aaakh...!"

Memedi Kumis Putih menjerit memilukan tatkala gjgl-gkji sang macan mengoyak lehernya Sesaat tubuhnya menggelepar. kemudian diam tidak bergerak lagi

Memedi Alis Putih dan Memedi Jenggot Putih teT-paku melihat kematian temannya. Dan di saat itulah macan putih kembali menerkam Kaki kanan depan-nya berhasil mencakar muka Memedi Alis Putih.

Prattt.!

"Akh...!"

Memedi Alls Putih memekik tertahan. Tubuhnya

32

terjungkal dengan leher patah Nyawanya telah mela yang menyusul rekannya

Kinl tinggal Memedi Jenggot Putih. Tidak mungkin baglnya menghadapl macan yang luar bisa ini. Kali ini a berusaha mencari kesempatan untuk meiarikan diri

Ketika sang macan lengah, tanpa mat malu lag! Memedi Jenggot Putih melesat kabur. Tapi sang macan tidak membiarkan lawannya lolos begitu saja. Sambil mengeluarkan auman yang m ndinkan bulu roma, binatang Itu menerkam Memedi Jenggot Putih.

"Akh...!"

Memedi Jenggot Putih memekik tertahan ketika punggungnya ditubruk macan putih. Tubuhnya lang-ung jatuh terguling gul ng Dan sebelum dia sempat Lerbuat sesuatu, glgl-glgi sang macan telah bersarang di tengkuknya

Tubuh Memedi Jenggot Putih menggelepargele-par sesaat. Tak lama kemudian tubuhnya terkulai tak bergerak lagi.

Setelah melihat kebga korbannya tewas, macan itu mengeluarkan suara gerengan pelan. Sepertinya dia merasa puas atas kemenangannya Kemudian macan Itu engelll mayat-mayat korbannya.

Di saat Itulah. tiba-tiba muncul seorang nenek ber-pakaian dan berkerudung hitam menghampiri sang macan. Kulit wajah nya tampak kehitaman. Sepasang mata, hldung dan mulutnya mengingatkan orang akan raut muka burung elang. Di tangannya tergenggam

f-RAHARA HUTAN BANDAN

33

sebatang tongkat berkeluk yang benijung ukiran kepala burung clang berwama hitam.

'Bagus...! Kau memang hebat, Pubhf IngaL..! Bukan hanya mereka sa)a yang harus kau bunuh. Tapi juga setJap orang yang berani memasukl hutan Ini. Me-ngerti. Pubh?.'"

Macan putih itu hanya menggereng pelan pertanda mengertL

'Bagus...!" pujl si nenek itu lagi. "NanrJ malam, kau dapat pekerjaan baru. Hukum penduduk Desa Bandan yang telah membiarkan orang-orang In! masuk kemari!"

Kembali macan putih Itu menggereng pelan.

"Hlk hlk hlk...!" si nenek berpakalan scrba hitam itu tertawa mengildk seraya berlalu menlnggalkan tempat Itu. Macan putih mengikutinya sambil mengaum pelan.

Created by syauqy_arr@yalioo.co.id (Koleksi "Silat Indonesia") Weblog, http://hanaoki.wordpress. com

34

"Auuung...!"

Lolongan anjing hutan mengaung panjang. Suaranya menembus kesunyian malam yang menyelimurJ Desa Bandan. Malam itu suasananya memang agak berbeda dari biasa nya Langit tertutup a wan tebal. se hingga cahaya bulan terhalang slnarnya.

Dl ballk kegelapan malam itu, tampak sesosok bayangan putih dari Hutan Bandan bergerak cepat memasukl desa. Gerakannya gesit sekali. Sesekali terde-ngar suara gerengan lirih mengtnngi gerakannya.

Tak lama kemudian, bayangan itu sudah tiba di daerah pemukiman penduduk. Keadaan di sini tidak segelap keadaan dl sekitamya. Cahaya obor yang ter pancang dl setiap rumah penduduk, cukup menerangi suasana di sekelilingnya.

Sosok bayangan putih mulai memperlambat gerakannya. Kini langkahnya ditujukan pada salah satu rumah penduduk. Di bawah penerangan obor, kini tampak Jelas ujud sebenamya. Sosok bayangan putih itu tak lain adalah seekor macan putih!

Tubuh macan itu besar sekali. Jauh lebih besar dari macan biasa. Paling tidak satu setengah kah besar

35

macan biasa!

Sambil mengeluarkan gerengan hrih binatang itu menubruk plntu sebuah rumah yang berdinding bllik.

Brakkk...!

Plntu rumah itu langsung jebol ketika tubuh macan Itu menerjang masuk. Suara ribut-ribut membuat peng huni rumah yang terdid dad sepasang suami istri dan seorang anak yang masih kecil terbangun Dapat diba yangkan beta pa kagetnya mereka tatkala melihat seekor macan putih besar berada di dalam rumahnya.

"Cepat kalian lad...!" teriak sang kepala keluarga sambil menyambar golok yang tergantung dl dinding bllik. Kemudian dengan penuh keberanian. dlter-jangnya macan itu dengan golok tcrhunus. Dorongan semangat untuk menyelamatkan keluarganya, telah membangkitkan keberaniannya Tapi

"Aaakh...!"

Kepala keluarga yang naas Itu menjerit keras. Sebelum senjatanya mengenai sasaran. macan itu lebih dahulu menerkamnya. Seketika itu juga tubuhnya ter jengkang ke belakang dan jatuh ke lantal dengan tubuh binatang buas itu berada di atasnya

Suara berdebuk nyaring terdengar ketika tubuhnya jatuh dl lantai Sementara itu. istri dan anaknya hanya dapat duduk bersimpuh di lantai Perbuatan macan putih itu, membuat lutut mereka lemas. Jangankan lari, berdiri pun tidak mampu Udah kedua anak ber-anak Ini terasa kelu

36

"Aummm...!" "Akh...!"

PemlBk rumah Itu memekik nyaring ketika gigi-gigl dan kuku macan Itu bersarang di leher dan tubuhnya. Sesaat tubuhnya berkelojotan sebelum akhimya diam tak bergerak lagi.

Setelah melihat kematian suaminya yang tragls, akhimya sang istri mampu juga berteriak

'Tolooong...! Tolooong...!" teriak perempuan Itu nyaring memecah kesunylan malam.

"Aummm...!"

Macan Itu kembali menerkam. Kail Ini ke arah sang Istri!

"Aaakh...!"

Wanlta itu memekik tertahan ketika gigi gigi macan Itu menghunjam lehemya. Hanya sebentar tubuhnya menggelepar-gelepar, lalu diam untuk selamanya

"Ibu..., Bapak...," nntih sang anak antara pera-saan sedih dan takut Air matanya mengalir deras membasahi pipi.

"Grrrh...!"

Sang macan kembali menggeram. Ditubruknya gadis kecil itu. Tapi berbeda dengan nasib kedua orang tuanya. Anak itu tidak dicabik-cabik, melainkan dlba wanya kabur melesat menuju Hutan Bandan

37

Keesokan harinya para penduduk yang tinggal di seWtar rumah korban, berbondc^bondong datang ke rumah keluarga yang naas itu.

Sesungguhnya mereka mendengar suara minta to-long dad sang istri. Tapi mereka pura-pura tidak men dengar. Mereka tidak berani mempertaruhkan nyawa. melawan Macan Putih Hutan Bandan yang terkenal kebal senjata itu

Kegemparan meianda seisi Desa Bandan ketika warganya menemukan tubuh korban yang tercerai be ral mengerikan.

"Ahhh... Macan putih Itu mulai mengambi) korban...," desah salah seorang penduduk

"Ya. Sekarang gtiiran Pak Jalanta sekeluarga En tah giliran siapa lagi nanti," sambung seorang laki laki setengah baya berjenggot tebat.

Ucapan laki-laki Itu membuat wajah wajah penduduk lalnnya pucat Mereka ngeri membayangkan se andainya macan putih itu menyatroni rumah mereka

"Eh..., ke mana mayat Karsini? Apakah dia ber hasil melarikan diri?" tanya salah seorang penduduk begitu teringat pada anak perempuan Pak Jalanta

"Eh..., lya. Ke mana Karsini, ya?" sambut yang lalnnya.

"Kalian ini bodoh atau pikun!" sergah laki-laki berjenggot Itu. "Mana mungkin anak se kecil itu dapat lotos dari maut!"

"Lahi, kalau begitu di mana mayatnya?" tanya

orang yang pertama kali teringat Karsini. Nada suaranya menyiratkan perasaan tidak senang.

' Apalagi kalau bukan cfibawa macan itu! Yahhh , nastbnya pasti serupa dengan remaja-remaja kita yang 1 korbankan pada setiap malam bulan pumama." sahut laki-laki yang berjenggot lebat. Ada kesedihan yang dalam pada tekanan suaranya.

Kepala orang orang yang hadir di situ terangguk-ttngguk. Ucapan laki-laki berjenggot lebat itu memang asuk akaL

Tiba tiba kerumunan orang-orang itu terslbak. Kl ( ayan muncul diiringl Kl Sancaperta. Di belakangnya —pak Dewa Arak melangkah pelahan. ' Minggir semua..!" teriak Gempal keras. Seketika itu juga kerumunan buyar, memberikan n kepada tetua desa nya

"Ahhh..! Apa yang selama ini kukhawatirkan, khlmya menjadi kenyataan..." desah Ki Gayan anakala melihat mayat Pak Jalanta dan istrinya Ada da keprihatinan pada suaranya. "Yahhh.., macan putih itu mulai meminta korban!" sambung Ki Sancaperta. Nada suaranya me nnmpakkan kemarahan

Ki Gayan berpaling menatap sang gum silat Sorot mata nya mengandung teguran Tapi Kl Sancaperta yang telah diamuk amarah bdak mempedullkannya Sedangkan Dewa Arak memperhatikan kedua mayat dl drpannya sambil mendengarkan percakapan kedua

39

tokoh Desa Bandan itu. Rupanya ada pertentangan pendapat di antara kedua nya

"Sejak dulu sebenamya aku tidak setuju dengan permintaan kakek itu, Gayan. Toh, apa yang kita kha-watirkan akhimya tenadi juga." Ki Sancaperta mene gur kepala desa itu

"Hhh^,!" Ki Gayan menghela napas. "Apa daya kita. Sanca? Kurasa orang tua itu bermaksud balk. Dia ingin agar desa kita terhindar dari bencana yang lebih besar. Kalau kita tidak tururJ permintaannya. perisfJwa seperti ini sudah tertadi sejak lama!"

"Sekarang atau dulu sama saja!" sergah Ki Sancaperta keras. "Bukankah kita tidak pemah lalai mem berikan apa yang dimintanya, tap) kenyataannya? Te tap saja dia membantai warga kita!"

"Mungkin permintaan kedua yang tidak bisa kita penuhi." bantah sang kepala desa dengan nada hal us

"Kalau begitu, berarti dia benar-benar tidak punya pikiran!" teriak guru silat itu dengan nada rJnggi. Ba gaimana mungkin kita dapat menahan orang orang persilatan yang begitu banyak?!"

"Jadi, menurutmu bagalmana, Sanca?"

Kl Sancaperta menghela napas panjang.

"Kalau menurutku, keadaan sudah telanjur. Macan Itu telah mengganas. Dugaanku, Undakan macan itu Hdak sampal di sinl saja." duga guru silat Itu

' Mudah mudahan saja dugaanmu salah, Ki," ucap Ki Gayan Tapi dari nada suaranya, Ki Sancaperta ta

40

hu kalau kepala desa itu tak yakin pada ucapan nya sendiri.

"Hhh...»" Ki Sancaperta menghela napas panjang. "Sudahlah, Gayan. Tidak pedu kita ributkan masalah ini Yang penting, kita urus mayat mayat ini lebih da-hula" "

...

"Kami ingin bfcara denganmu sebentar, Dewa Arak," ucap Ki Sancaperta. Malam ini mereka bertiga berkumpul di sebuah ruang yang cukup luas.

"Silakan, Kl." sahut Arya mempersilakan.

Ki Sancaperta mendehem sebentar kemudian me-mulai ucapannya.

"Beginl, Dewa Arak. Puluhan tahun yang lalu desa nl pemah dilanda musibah Puluhan perampok me nyerbu desa ini. Untungnya muncui seorang kakek sakti bersama seekor macan putih. Para perampok itu dengan mudah dapat dlusimya Tapi sebelum kami sempat berterima kasih. kakek itu bersama macan pe-llharaannya telah melesat masuk ke dalam Hutan Bandan."

Guru silat itu menghentlkan sebentar ceritanya. Ditatapnya wajah Arya untuk melihat reakslnya. Harinya agak lega manakala dlhhatnya Dewa Arak serius mendengarkan ceritanya.

"Sekitar beberapa tahun yang lalu, kakek Itu mun

PRAHARA HUTAN BANDAN

41

cui kembaH menemui kami. Dia meminta kami menye diakan seorang anak lelaki atau perempuan pada se bap bulan pumama. Mereka hams dttinggalkan dj Hutan Bandan sendidan. Bukan itu saja, dia pun melarang kami memasukl hutan itu. Pokoknya Hutan Bandan dijadikan daerah terlarang."

"Mengapa begitu, Ki?" tanya Arya. Kening pemuda ini berkernyit. Jelas ada sesuatu yang menggan-jal pikirannya.

Ki Sancaperta menadk napas panjang, lalu melan-jutkan ceritanya.

"Kami pun tidak tahu. Orang tua itu hanya me ngatakan kalau kami melanggar larangannya, musibah akan menimpa desa ini. Jadi. yahhh..., dengan amat terpaksa kami menuruti permintaan nya," Jawab gum silat itu.

"Ada sesuatu yang membuatku heran, Dewa Arak," selak Ki Gayan begitu Ki Sancaperta menghen-tikan ceritanya.

"Apa itu, Kl?" tanya Arya cepat Rasa keinginta-huan yang besar nampak Jelas pada raut wajahnya.

"Kakek itu kelihatannya terpaksa kebka menga-Jukan permintaannya," sahut kepala desa itu menjelas-kan.

Dewa Arak mengemtkan keningnya.

"Maksud, Akl?" tanya permuda berambut putih keperakan itu lagi. Slnar matanya menyorotkan ketl dakmengerban.

42

Ki Gayan menghela napas panjang.

"Sepertjnya , kakek Itu melakukannya dengan terpaksa," jawab Kepala Desa Bandan ini pelan.

"Jadi, ada sesuatu yang memaksanya?" terka Arya mulai paham.

"Kira-ldra begitulah, Dewa Arak." Jawab Kl Gayan seraya menganggukkan kepalanya.

Dewa Arak mengemyitkan keningnya. Nampak kalau pemuda berbaju ungu Ini tengah berpikir keras.

"Dan kin) malapetaka Itu telah terjadi!" rukas Kl Sancaperta tiba tiba

Arya menoleh. Ditatapnya wajah gum silat itu lekat-lekat la masih belum mengerb ucapan Ki Sancaperta.

"Macan putih Itu telah membuat teror dl Desa Bandan!"

"Mengapa begitu. Ki? Apakah permintaan kakek itu tidak dipenuhi?"

"Permintaan mengenai anak yang hams diantar-kan ke Hutan Bandan selalu kami penuhi. Tapi, permintaan untuk tidak membiarkan seorang pun masuk ke Hutan Bandan, tidak dapat kami penuhi. Kurasa kau bisa memahaminya. Dewa Arak," jelas Ki Gayan.

Arya mengangguk-anggukkan kepalanya. Kini la mengerb persoalan yang tengah dihadap) penduduk Desa Bandan. Rupanya berita tentang adanya benda langit, membuat orang-orang persilatan berdatangan

43

kemari Mana mungkin penduduk desa ini mampu mencegah mereka memasuki Hutan Bandan?

"Kalau bdeh kutahu, buat apa kakek Itu memlnta seorang anak pada sebap malam bulan purnama?" tanya Arya penasaran.

Kedua orang tetua Desa Bandan itu menggeleng pelahan.

"Kami pun tidak pernah tahu." keluh Kl Gayan pelan. 'Tapi yang )elas, setiap anak yang kami ki rimkan, tidak pernah kemban lagi."

Dewa Arak terdiam sejenak

"Apakah Aki berdua mengijinkan kalau aku men coba menyelidiki masalah ini?" tanya Arya hah hati

"Maksudmu?" Ki Gayan balas bertanya Meskipun la sudah dapat menduga maksud pembicaraan Arya. tapi kepala desa ini ingin mengetahui lebih jelas

"Aku akan ke Hutan Bandan, Ki."

"Apa?!" sentak Ki Gayan keras. "Kau ingin me-nimbulkan korban penduduk lebih banyak lag!?! Tidak! Aku tidak mengijinkan kau ke sana!"

Arya menghela napas panjang. Jawaban seperti itu sudah diduga sebelumnya.

"Blarkan dia pergl ke sana, Gayan," ujar Ki Sancaperta mendukung usul Dewa Arak.

'Tidak!" tegas Ki Gayan tetap bersikeras. "Aku tidak mau ada wargaku menjadi korban lagi!"

"Percuma! Muslbah ini telah telanjur terjadi Aku

44

yakin, macan putih itu tidak akan berhenti mencari korban. Tidak ada gunanya lagi kita turuti perjanjian ltuJ"

"Jadi. kau...?"

"Ya!" potong Ki Sancaperta cepat cepat. "Aku seruju usul Dewa Arak!"

"Hhh...! Kau sudah bermain ap). Sanca!" keluh Ki Gayan.

"Apa boleh buat, Gayan. Api itu telah mulai mem bakar Agar api Hu tidak semakin membesar, maka kita harus memadamkannya. Dengan atau tanpa kau, aku akan menentang kakek dan macan putih itu!" tegas guru silat itu. Nada suaranya mulai menlnggi

Ki Gayan tercenung Diserapinya semua perkataan yang keluar dari mulut sahabatnya ini. Diakuinya. ada kebenaran yang terkandung dalam ucapan itu.

"Bagalmana, Gayan? Kau tetap tidak seruju dengan rencana ini?" tanya Ki Sancaperta lagi. la masih melihat adanya keraguan di wajah sang kepala desa.

Beberapa saat lamanya, orang nomor satu di Desa Bandan ini termenung. Akhimya kepalanya mengangguk pelahan. Sudah barang tentu hal ini membuat Dewa Arak dan Ki Sancaperta lega.

Laki-laki gagah bercambang bauk lebat itu meng-hampiri Kl Gayan Ditepuk-tepuknya bahu sahabatnya Itu.

"Aku percaya kau pasti menyetujul usulku Gayan." ucap Kl Sancaperta dengan wajah berseri seri

45

'Tapi, aku masih sangsi, apakah usaha kita ini akan berhasil?" keluh kepala desa itu pelahan.

"Berhasl atau ridaknya usaha ini. kita serahkan saja pada Yang Maha Kuasa Yang penting, kita berusaha dengan sekuat tenaga. Bukankah begitu, Dewa Arak?" tanya guru silat itu sambil menoleh ke arah Dewa Arak.

"Tepat sekali, Ki!" sahut Arya cepat

46

4

Malam kembali menyelimuti bumi. Langit tak ber awan. Sehingga cahaya bulan mampu menerang) per sada.

Di bawah keremangan sinar bulan itu, melesat bayangan putih besar kekar dad Hutan Bandan Bayangan itu tak lain adalah seekor macan putih.

Macan itu melesat cepat menuju pemukiman penduduk. Begitu cepat gerakannya sehingga yang tertlhat hanyalah sekelebatan bayangan putih.

Tap! sebelum macan putih Itu memasuki salah satu rumah penduduk, berkelebat dua bayangan menghadang di depannya

Kedua penghadang Itu adalah Ki Sancaperta dan Kl Gayan. Dengan sikap waspada. kedua tetua Desa Bandan ini berdiri dl hadapan macan putih itu.

"Graunggg...!"

Macan putih itu menggerung keras, seolah-olah tahu kalau kedua orang Ini bermaksud menentangnya. Lalu, dengan sebuah gerakan cepat yang rjdak terdu ga-duga, binatang Itu melompat menerkam

"Awas. Gayan...!" tedak Kl Sancaperta seraya melempar tubuhnya ke samping. sambil bergulingan

47

menjauh.

Meskipun kepandaiannya tidak setinggi Ki Sancaperta, tapi dengan sebuah lorn pa tan manis, Ki Gayan be sB ngelakkan terkaman mau itu.

"Auuum...!"

Macan itu menggeram ketika menyadad terkam annya menemui kegagalan. Binatang itu keb ngungan ketika melihat mangsanya berpencar. Ki Gayan ke se belah kanan, sedangkan sahabatnya ke se la i kid.

"Graunggg...!"

Sambil mengeluarkan raungan keras, macan itu kembali menerkam. Sasarannya kali Ini adalah Ki Sancaperta.

Tapi laki-laki tegap dan bercambang bauk itu sudah bersiaga sejak ta Begitu dil t ya hadmau itu meluruk ke arahnya, buru-buru guru silat itu melompat ke samping. Pada saat yang bersamaan, diklrlmkannya sebuah pukulan keras ke arah lambung macan Itu.

Buk!

"Eh?!"

Ki Sancaperta terpeklk kaget Pukulannya pert} mengenai benda empuk, dan tak be ruh apa-apa terhadap sang macan.

Dan belum lag! laki-laki bercambang bauk itu sempat berbuat sesuatu, kaki depan binatang itu telah menampar pundaknya

Prattt...!

48

"Akh...!"

Ki Sancaperta memekik tertahan. Seketika itu juga, tubuhnya ted ta ke samping Daging pundaknya robek. Darah segar mengalir deras dad lukanya.

"Auuum...!"

Kembali binatang Itu mengaum keras. Kemudian meluncur lagi ke arah Ki Sancaperta.

Ki Sancaperta yang masih terhuyung huyung itu seketika wajahnya memucat Poslsinya sama sekali tidak menguntungkan, sehingga sulit baginya untuk engelakkan terkaman sang harimau.

Ki Gayan pun tercekat harJnya melihat keadaan gawat yang dihadapi sahabatnya. Dia Ingin mendong, namun jaraknya yang terlalu jauh tidak memungkln kannya.

Di saat kritis itu, mendadak sesosok tubuh berbaju ungu melesat menyambar tubuh Ki Sancaperta. Tappp...! "Graunggg...!"

Binatang Itu menggeram murka kehilangan lawan nya! Dengan pandangan marah, dltatapnya sosok tubuh ungu yang telah menyelamatkan mangsanya.

"Hup...!"

Si bayangan ungu mendaratkan kedua kakinya tanpa bersuara Jaraknya sekltar delapan tombak dari sang macan.

Wajah Ki Sancaperta langsung berseri ketika me

PRAHARA HUTAN BANDAN

49

ngenall wajah sang penolong.

"Terima kaslh, Dewa Arak. Untung kau tidak ter-lambat, ' ucap Kl Sancaperta pelan Wajah gum silat itu masih kelihatan pucat. Perasaan kaget belum hilang selumhnya

Sang penolong yang temyata memang Arya Bua na alias Dewa Arak itu, segera menurunkan tubuh Ki Sancaperta dari pondongannya.

Begitu tubuhnya telah berada di tanah kembali, gum silat itu segera menotok jalan darah di sekitar lukanya untuk menghenb'kan cucuran darah di bahu nya. Setelah itu dikeluarkannya sebuah obat bubuk dad selipan ikat pinggangnya, dan ditaburkannya pada luka lukanya Kl Gayan datang menghampid, dan di bantunya laki-laki brewok itu mengobatJ lukanya.

Sementara itu, Dewa Arak dengan sikap waspada melangkah mendekati macan putih Dia tidak berani bersikap gegabah setelah mendengar kesaktian binatang Ini. Dijumputnya guci yang tersampir dl punggungnya, dan diangkatnya ke atas kepala. Lalu di tenggaknya.

Gluk gluk. gluk. 1

"Auuum...!"

Sambil mengeluarkan auman keras. macan itu me nerkam Dewa Arak. Bukan main cepatnya gerakan binatang itu Tapi gerakan Dewa Arak masih lebih cepat lagi. Dengan langkah terhuyung huyung langkah khas jurus 'Delapan Langkah Belalang'. dielakkannya ter

50

"Auuum. !" Dengan kecepatan kilat macan itu menerkam Dewa Arak!

Tapi dengan gerakan terhuyung huyung. langkah khas 'Delapan Langkah Belalang' dielakkannya ter kaman sang macan Malah dengan kecepatan yang luar biasa, Dewa Arak menangkap ekor macan itu1

51

kaman sang macan.

Sesaat kemudian tubuhnya sudah berada di beta kang macan yang masih berada di udara Dengan kecepatan gerakan tangan yang luar biasa. ditangkapnya ekor macan itu

Tappp...!

Dengan sebelah tangannya. Arya segera memutar-mutarkan tubuh binatang itu. "Auuummm...!"

Macan putih itu mengaum keras Suara auman yang timbul karena perasaan marah bercampur takut

Wuuukkk...! Wuuukkk...!

Semakin lama putaran tangan Arya semakin ce pat Sehingga membuat macan putih itu menjadi posing

Cukup lama juga Dewa Arak memutar mutarkan tubuh macan itu. Dan setelah dirasanya cukup, geng-gaman pada ekor macan itu dilepaskan

Wuuukkk...!

Tubuh macan itu melesat jauh akibat kuatnya te-naga putaran tangan Dewa Arak! Brakkk...!

Sebatang pohon se besar pelukan orang dewa. tumbang dilanda tubuh macan putih itu Tapi binatang itu sendirl tidak apa-apa. Tidak tampak tanda tanda luka di sekujur tubuhnya.

Ki Gayan dan Ki Sancaperta memandang takjub

52

pada Dewa Arak. Begitu mudahnya pemuda ml mem pecundangi binatang luar biasa itu Perasaan takjub mereka semakin bertambah tatkala melihat daya tahan macan putih itu.

*•*

Macan itu kembali bangkit, tapi ketika hendak menerkam Dewa Arak, terjadi sesuatu yang mengge likan. Lad binatang itu sempoyongan Miring ke kanan dan ke kiri Temyata perbuatan Dewa Arak berpenga ruh juga dan membuat kepalanya pusing

"Auuummm...!"

Sambil mengeluarkan auman keras, macan itu melompat ke arah orang yang telah menyakiti dirinya.

Dewa Arak bersikap tenang Dengan jurus 'Delapan Langkah Belalang*. kakinya melangkah terhu yung huyung mengelak. Terkaman macan itu mengenai tempat kosong. Pada saat yang bersamaan, Dewa Arak menglrimkan sebuah pukulan ke arah perut binatang itu.

Bukkk...!

"Eh...?!"

Dewa Arak terperanjat kaget Tangannya seperti menghantam sebuah benda empuk! Tenaganya se oloh-oiah lenyap begitu tangannya mengenai tubuh binatang itu. Meskipun ia hanya mengeluarkan separuh tenaga dalamnya, tapi pukulan itu mampu membuat

53

matt seekor banteng yang paling kuat sekalipun!

Belum lagi Arya sadar dari keterkejutannya. binatang itu telah menyerangnya kembali. Kedua kaki de pannya mengarah ke pelipis.

Wuk...!

Dewa Arak mendoyongkan tubuhnya ke belakang, sehingga serangan itu mengenai tempat kosong. Bersamaan dengan itu, dilancarkannya sebuah pukulan ke leher binatang itu.

Bukkk...!

Tubuh macan pubh itu tedontar akibat kuatnya pukulan yang dilancarkan Arya. Kali ini Dewa Arak mengerahkan tiga perempat dad tenaga dalamnya.

"Graunggg...!

Macan putih itu menggeram murka melihat serangannya selalu gaga!. Malah sebaliknya, dlrinya di-buat pontang panbng

"Auuummm...!"

Tanpa kenal menyerah, macan pubh itu kembali menerkam Dewa Arak. Melihat hal itu, kesabaran Arya pun habis Macan nekat itu harus diberi pelajaran yang lebih keras lagi. Kalau tidak, binatang itu bdak akan pemah jera!

"Hup...!"

Dewa Arak segera merendahkan tubuhnya. sehingga terkaman macan itu lewat di atas kepalanya. Di saat itulah. kedua tangannya yang mengepal dlpu

54

kulkan ke perut binatang itu Kali ini Arya mengerahkan seluruh tenaga dalamnya Bukkk....'

Tubuh macan pubh Hu tedontar di udara. Terde ngar gereng kesakHan dari mulutnya Rupanya pukulan Arya kaH ini baru terasa olehnya. Binatang itu kali Ini bdak lagi bangkit menyerang.

"Luar biasa...!" puji Dewa Arak sambil mengge-leng-gelengkan kepalanya. Macan pubh itu sepertinya bdak mengalami luka yang berarb ketika menerima serangan yang dilancarkannya. Binatang itu hanya nampak sedikit kesakltan

Dewa Arak jadi blngung. la tak tahu lagi cara me-naklukkan binatang yang luar biasa ini. Haruskah di gunakan jurus 'Pukulan Belalang'? Jurus yang Jarang digunakannya!

Dewa Arak jadi terkesiap ketika dilihatnya macan pubh Itu mulai bangkit. Pemuda berambut pubh keperakan Ini sudah bersiap slap menghadapinya. Tapi tampaknya binatang Itu sudah jera. Terbukb dia bdak menyerang kembali. melalnkan bedari cepat ke arah Hutan Bandan.

Dewa Arak, Ki Sancaperta dan Kl Gayan meman dangl kepergian macan pubh itu hlngga lenyap di ke gelapan malam. Di wajah mereka masih tersirat keka-guman yang amat sangat.
55

"Mengapa tidak dibunuh saja binatang itu, Dewa Arak?" tanya Kl Gayan. Nada suaranya terdengar tidak puas.

Arya menatap wajah Kepala Desa Bandan Ini lekat lekat

"Bagaimana cara membunuh macan yang luar biasa itu, Ki?" tanya pemuda berambut putih keperakan itu Suaranya pelan tapi cukup membuat wajah Ki Gayan merona merah

"Memang sebenamya kita tidak tega membunuh binatang itu. Biar bagaimana pun juga la dan pemllik nya pernah menyelamatkan desa kita dari kehancur an," ucap kepala desa Hu lagi, memperbaiki ucapan nya.

Ki Sancaperta menatap tajam wajah Ki Gayan. Tampak jelas nada teguran terpancar dari sorot mata nya.

"Aku bdak setuju dengan ucapanmu itu. Gayan!" tandas guru silat itu Tajam dan tegas suaranya "Me nurutku, hutang budi kita telah impas. Bukankah kita telah puluhan kaH mengantarkan remaja remaja kita ke dalam hutan untuk dijadikan korban? Hutang budi itu telah kita balas! Sekarang kita harus menentangnya apabila binatang terkutuk itu kembali mengambil korban!"

Ki Gayan ter diam. Suasana seketika menjadi he nJng dan bdak mengenakkan

"Kalau menurut pendapatku, ada sesuatu yang

56

aneh dalam perisbwa ini, Ki," ucap Arya memecahkan keheningan.

"Hm..., apa maksudmu?" tanya Ki Sancaperta cepat Sepasang ma tanya menatap penuh rasa ingin tahu.

"Aku baru teringat ucapan Ki Gayan beberapa hail yang lalu."

Pemyataan Arya itu membuat Kepala Desa Bandan itu terkejut Dahinya berkemyit Keiihatannya la tengah berpikir keras.

"Ucapanku?" tanya Ki Gayan. "Ucapanku yang mana?"

"Ucapanmu tentang sikap kakek penyelamat ke bka mengajukan permintaannya," sahut Arya men laskan.

"Aku masih belum mengerb maksudmu."

Arya menarik napas panjang

"Kau pemah bilang kalau kakek itu seperbnya bdak menyukal permintaan yang diajukannya sendiri." jelas pemuda berambut pubh keperakan itu lebih jauh

"Hm.... lahi? Apa yang janggal. Dewa Arak?" tanya Ki Sancaperta masih belum paham. Otaknya se pert buntu, sukar diajak berpikir.

"Kalau benar begitu, bukankah berarti orang tua itu melakukannya dengan perasaan terpaksa?"

"Ah ..! Kau benar...!" tukas Ki Gayan. Sepasang matanya nampak berb nar binar "Artlnya ada orang

PRAIIARA HUTAN BANDAN

57

yang memaksa melakukannya!"

'Tepat apa yang dikatakan Ki Gayan...!" sahut Arya cepat

Ki Sancaperta mengemyitkan alisnya. Dicobar ya untuk mengingat peristiwa beberapa tahun lalu. Ya! Kini dapat diingatnya. Permintaan kakek itu seperbnya berbentuk permohonan Orang tua itu sangat tcrtekan ketika mengatakannya.

"Kita harus menyelidikinya!" ucap guru silat ini penuh semangat

"Biar aku saja yang melakukannya Kl." pinta Arya. Suaranya pelan dan so pan.

'Tapi...," Ki Sancaperta mencoba membantah.

'Tenaga Aki sangat dibutuhkan di sini." Arya cepat memotong ucapan guru silat itu.

Ki Sancaperta langsung terdiam. Habnya mem benarkan kata-kata pemuda berbaju ungu itu.

"Kapan kau berangkat ke sana. Dewa Arak?" tanya Ki Sancaperta lagi

"Besok. Ki."

58

5

Di tengah kegelapan malam. tampak seekor macan pubh beriari terseok-seok memasukl Hutan Bandan.

"Grrrh...!"

Binatang itu menggereng pelan sambil terus ber lari Langkahnya baru dlhenbkan kebka di depannya berdiri seorang nenek berwajah mmp burung elang Pakalannya serba hitam.

Sepasang alls nenek itu berkerut melihat gerakan binatang peliharaannya. Jelas kalau macan pubh itu teduka. Pendengarannya yang peka menangkap ge ram kesakitan dari mulut binatang itu

'Pubh...! Kenapa kau...?!" tanya si nenek begitu macan itu telah berada di hadapannya.

"Grhhh...!"

Macan pubh itu hanya menggereng pelan sebagal jawabannya. Tapi rupanya nenek itu mengerb akan maksud binatang peliharaannya

"Keparat..!" maki nenek berpakaian serba hitam hu 'Tenang, Pubh! Nanb akan kubalaskan dendam mu. Akan kubasmi seluruh penduduk Desa Bandan... setelah semua orang yang lancang memasukl hutan

59

Ini kubunuh...!"

Setelah berkata demikian. nenek itu membung kukkan tubuhnya. Dipenksanya sekujur tubuh binatang peliharaannya.

"Hm.... bekas bekas pukulan yang mengandung tenaga dalam tinggi. Tidak mungkin kalau penduduk Desa Bandan yang melakukannya...," gumam nenek itu pelan seperti berbicara pada dirtnya sendM. "Past! ada orang usil Ikut campur masalah ini. Tapi..., slapa orang yang mempunyal tenaga dalam sekuat ini?" Sambil tetap memeriksa tubuh macan putih Itu, plkiran nenek berpakaian hitam ini menerawang.

Berkat kekuatan tubuh yang dimlliki macan itu, tidak ada luka berbahaya yang dideritanya Hanya se-dikit rasa nyeri menyerang otot-otot dan tulang-tu-langnya.

'Tunggu sebentar, Putih...!" ucap nenek itu seraya melesat pergi.

Tak lama kemudian perempuan tua itu sudah kembali sambil membawa air dalam tempurung kela pa. Dikeluarkannya sebungkus obat bubuk yang kemudian dlcampur dengan air. Setelah diaduk aduk sebentar, disodorkannya ke depan mulut binatang Itu.

"Mlnumlah. Putih...! Besok kau akan segar kembali...," ucap nenek Itu pelan

"Grrrh...!"

Macan Itu menggereng pelan Kemudian bangkit dari berbaringnya Di Hat jllatnya ramuan yang diberi

60

kan majikannya Sementara si nenek hanya tersenyum memandanginya

•**

Hart masih pagi. Sang surya baru saja menampak kan diri di ufuk timur, kebka Dewa Arak memasukl mulut Hutan Bandan. Sikapnya nampak waspada. Pemuda itu menyadari kalau di dalam hutan ini banyak tokoh persilatan yang bemlat memperebutkan benda langit Tapi yang tidak kalah berbahaya nya lagi adalah macan putih!

Belum seberapa Jauh pendekar muda Itu melangkah, pendengarannya yang tajam menangkap suara berdesing nyaring ke arahnya. Dari bunyi desingannya, pemuda ini dapat memperlarakan asal si penyerang gelap.

Arya tidak berani berrjndak ceroboh Kepalanya buru-buru dirundukkan. Sehingga benda yang mengeluarkan suara mendesing nyaring Itu lewat sejengkal di atas kepalanya.

Wut..!

Rambut Dewa Arak berkibaran ketika benda itu lewat di atas kepalanya. Arya terkejut ketika melihat benda Itu tahu-tahu sudah kembali ke asalnya.

Tappp...!

Benda yang berbentuk piplh, melengkung seperti bulan sabit, ditangkap oleh pemillknya

61

Dewa Arak mengerutkan alisnya Sesaat pemuda berambut putih keperakan ini terpaku melihat benda itu. Meskipun baru kali Ini dijumpainya, tapi diketa-hulnya nama benda itu. Bumerang!

"Ha ha ha...! Kaget, Dewa Arak?" tegur si penye-rang. Nada suaranya terdengar penuh ejekan

Arya sama sekali tidak menggubris ejekan itu. Sepasang matanya menatap tajam pada sosok di hadapannya. Sosok tegap berkepala botak berpakaian rom pi terbuat dad kulit beruang.

"Siapa kau? Mengapa menyerangku?" tanya Dewa Arak. Arya memang mempunyai sifat hati-hati sekali Pantang baginya bertempur dengan seseorang tanpa alasan jelas.

Laki-laki berkepala botak Itu tertawa bergelak.

"Aku? Ha ha ha...! Namaku tidak setenar nama-mu. Dewa Arak. Tapi. agar kau tidak mati penasaran, ada baiknya kuperkenalkan diriku Beruang Liar Juluk-anku. Sebentar lag] dunia persilatan akan geger. Dewa Arak tewas di tangan Beruang Liar! Ha ha ha...!"

Dewa Arak sama sekali tidak menanggapl kesom-bongan orang itu. Dibiarkannya si botak itu hanyut oleh kesombongannya.

"Kau belum menjawab pertanyaanku yang kedua, Beruang Liar. Mengapa kau menyerangku?!" tanya Arya tetap sabar

Beruang Liar menghentikan tawanya. Dipandangi nya Dewa Arak dengan tatapan penuh cudga

62

"Jangan bedagak bodoh, Dewa Arak! Bukankah kau juga ingin mendapatkan benda langit? Aku tidak ingin ada orang lain menjadi sainganku!" ancam Beruang Liar sengil.

"Kau keilru Beruang Liar. Aku sama sekali tidak tertadk dengan benda langit yang kau maksudkan itu. Kalau kau menginginkan benda itu. silakan kau men carinya sendiri," Arya mencoba menjelaskan

"Kau tidak bisa mungkir. Dewa Arak!" rupanya si Beruang Liar tidak mempercayai penjelasan Arya. "Had Ini adalah hari terakhir kau memandang dunia ini Hiyaaa.

Setelah berkata demikian. Beruang Liar mengibas-kan tangannya. Seketika itu juga, bumerang di tangannya meluncur deras ke arah Arya.

Wuk..!

Dengan kecepatan yang menakjubkan, bumerang itu menyambar ke leher Dewa Arak.

Pemuda berpakaian ungu ini tahu, betapa berba-hayanya serangan benda itu Dewa Arak tidak berani bersikap ceroboh Tubuhnya cepat dirundukkan sehingga sambaran beixla itu melesat melewati kepalanya

Beruang liar rupanya sudah memperhitungkan hal Itu. Begitu serangan pertamanya berhasil dielakkan lawan, cepat-cepat dikibaskau tangan kirinya

Wuk...!

Bumerang kedua melesat cepat. Kali ini sasaran

63

nya adalah perut Arya tidak punya pilihan lain, secepat kilat dia melompat Entah bagaimana caranya, tahu tahu guci araknya telah berada di tangannya. Lalu pemuda berpakaian ungu ini bergulingan di tanah

Tappp..!

"Hiyaaa...!"

Wuk...!

Begitu bumerang yang pertama tertangkap, secepat kilat Beruang Liar mengayunkannya kembali ke arah Dewa Arak yang masih bergulingan.

Kali ini Dewa Arak bdak mengelakkan serangan itu. Dipapaknya keda tangan beruang itu dengan guci nya.

Klanggg...!

Terdengar suara berdentang nyaring ketika bumerang Itu menghantam guci. Anehnya, meskipun telah tertangkis guci, bumerang itu bisa berputar kembali ke arah pemiliknya!

Tapi lebih hebat lagi adalah perbuatan yang dila-kukan Dewa Arak. Setelah menangkis bumerang Itu. sambil tetap dalam keadaan tubuh berbanng guci arak dituang ke mulutnya

Gluk... gluk... gluk...!

Terdengar suara tegukan kebka arak itu m lewab kerongkongannya Seketika perutnya terasa hangaL Hawa aneh yang naik, ke kepalanya membuatnya agak pening.

64

Kini Dewa Arak telah siap menghadapi Beruang Liar. Ilmu 'Belalang Sakb' yang dimainkan. membuat nya bdak begitu repot menghadapi senjata aneh itu. Sebap sambaran bumerang berhasil dielakkannya tanpa kesulitan

Beberapa jurus kemudian, Arya sudah dapat membaca kelemahan senjata lawan. Bumerang di tangan laid laid berkepala botak ini bdak berarti kalau dihadaplnya dalam jarak dekat

Pelahan namun pasti tanpa disadari lawan, Dewa Arak mulai melangkah mendekati sambil mengelakkan sebap serangan.

"Keparat...!" si Beruang Liar menggeram murka ketika tidak bisa lagi melepas senjatanya Jarak dl antara mereka telah demikian dekat, sehingga tidak memungkinkan lagi baginya menggunakan senjatanya Itu

Kini Beruang Liar mempergunakan senjata itu se pert) layaknya seseorang menggunakan sepasang clu rit

Wuk...!

Dengan diiringt suara mengiuk nyaring, bumerang Hu disabetkan ke leher Dewa Arak. Tapi dengan ke-unikan jurus 'Delapan Langkah Belalang', tak suht bagi Arya untuk mengelak.

Gerakan kakinya nampak terhuyung huyung Tubuhnya limbung kebka pemuda ini mengelakkan serangan itu Hebatnya secepat dilangkahkan kakinya

PRAHARA HUTAN BANDAN

65

mengelak. secepat itu pula Arya berada di belakang lawannya Wut...!

Guci di tangannya terayun keras ke kepala Beruang Liar.

Laki-laki berkepala botak itu kaget bukan main. Rupanya la belum mengenai kelihaian jurus 'Delapan Langkah Belalang'. Seketika hatinya tercekat tatkala menyadari adanya hembusan angin keras dl belakang nya. Bahaya maut tengah mengancamnya!

Kedua tangannya yang menggenggam bumerang. sebisa bisa nya cbayunkan ke belakang.

Klanggg...!

Terdengar suara berdentang nyaring ketika kedua bumerangnya beradu dengan guci. Akibatnya. tubuh si Beruang Liar terhuyung huyung ke depan. Kedua bumerang dl tangannya teriempar entah ke mana

Dewa Arak memutuskan untuk melenyapkan ma nusia berbahaya Ini untuk selama lamanya Maka. begitu dllihatnya laki-laki berkepala botak itu terhuyung huyung. la segera mengejar. Kakinya bergerak menen-dang.

Bukkk...I

"Akh...!"

Terdengar suara berderak keras pertanda ada tu lang tulang yang patah ketika kaki Arya telak mengenai pinggang lawan

66

Beruang Liar jauh terjerembab. Tapi. secepat kilat dibabkkan tubuhnya dan berusaha bangkit Namun. sebelum niatnya itu tercapal. Dewa Arak telah mengi rim kan serangan susulan

Wut...! Prak...!

"Aaakh...!"

Laki-laki berkepala botak itu menjerit tertahan. Kepalanya pecah seketika tatkala guci yang diayunkan Arya telak mengenai kepalanya Tubuhnya terjerembab menyusur tanah

Dewa Arak memperhahkan tubuh yang tak ber nyawa lagi itu sejenak. Kemudian dipungutnya kedua bumerang yang tergeletak di tanah. lalu ditimang-timang sejenak.

"Hlh...!"

Wunggg...!

Terdengar dengungan keras laksana ribuan ekor lebah marah, begitu Dewa Arak mengayunkan tangannya Kedua bumerang itu melesat laksana kilat. Kece patannya jauh lebih cepat danpada lontaran Beruang Uad

Crak, crak, crak....'

Cabang-cabang pohon yang terbabat kedua bumerang itu terpapas putus. Dewa Arak memandangi nya dengan perasaan takjub. Mata nya mendadak ter belalak lebar. Tahu tahu kedua senjata itu kembali ke arahnya!

67

Dewa Arak menjadi gugup. Dia tahu betul kekuat an tenaga yang terkandung dalam lontaran kedua bumerang Itu. Pemuda ini tidak berani menangkap kedua bumerang itu seperti yang dilakukan Beruang Liar. Kalau dia salah menangkap. tangannya bisa putus ter babat bumerang yang tajam itu.

Tapi Dewa Arak tidak punya pilihan lain. Jurus 'Pukulan Belalang' terpaksa harus dlgunakannya.

"Hih...!" Dewa Arak menghentakkan kedua tangannya ke depan.

Wuttt..!

Bresss...!

Angin keras yang berhawa panas menyengat, ber-hembus keluar dari kedua telapak tangannya. Dan langsung menyambar ke arah dua buah bumerang yang tengah melayang ke arahnya. Seketika itu juga luncuran bumerang itu terhenti. Dan langsung jatuh di tanah.

"Hhh...! Sungguh berbahaya. .." desah Arya pelahan. Kemudian setelah memperhatikan mayat lawan-nya sejenak. dilangkahkan kakinya meninggalkan tempat itu.

Dewa Arak menghentikan langkahnya ketika sepasang matanya melihat sebuah gua tak jauh di hadapannya. Sesaat lamanya dia terpaku. DiamatJnya gua Itu

68

dengan teliti. Tapi yang tedihat hanyalah kegelapan yang pekat

Pelahan lahan kakinya melangkah mendekati mulut gua itu Seluruh urat-urat syaraf di tubuhnya me-negang Sikapnya waspada menghadapi segala ke mungkinan.

Tapi baru saja beberapa langkah memasukl gua Itu, terdengar sebuah seruan dari dalam. Dewa Arak terkejut bagai disengat kalajengking.

"Sahabat yang berada di luar, sflakan masuk!"

Dewa Arak menghentikan langkahnya. Hatinya dilanda keraguan. Rupanya kedatangannya telah dike-tahui c4eh orang yang berada di dalam sana. Setelah menimbang nimbang. akhimya Arya meneruskan langkahnya. Telinganya dibuka lebar lebar untuk ber-jaga-jaga kalau ada orang yang berusaha membokong-nya.

Selangkah demi selangkah Dewa Arak menelusuri gua. Akhhnya ia tiba di sebuah ruangan yang agak lu-as dan terang

Mata pemuda ini tertumbuk pada sosok yang tengah duduk bersila di atas baru besar. Ia berjalan mendekat, sehingga sosok Itu semakin nampak jelas.

Temyata sosok tubuh itu adaiah seorang kakek berusia lanjuL Mungkin usianya lebih dari delapan puluh tahun. Tubuhnya sedang dan teriihat ringkih. MesWpun dalam keadaan bersila, Dewa Arak dapat mengetahui kalau kakek itu bertubuh bongkok.

69

Begitu Dewa Arak berada dalam jarak sekitar bga tombak, pelahan iahan kakek itu membuka matanya yang sejak tad terpejam.

"Ah...!"

Dewa Arak berjingkat bagai disengat kalajengking. Sepasang mata kakek itu ternyata tidak nampak hi tamnya Hanya putihnya saja yang terlihat. Kakek bongkok itu buta!

"Siapa kau, Anak Muda?" tanya kakek itu. Tentu saja ucapan itu membuat Dewa Arak semakin terkejut. Bagaimana kakek ini tahu kalau orang yang berdiri di hadapannya adalah seorang pemuda? Bukankah sepasang mata kakek itu buta?

"Namaku Arya, Kek," sahut Dewa Arak setelah perasaan terkejutnya hilang.

"Arya...," gumam kakek Itu pelan. "Apa maksudmu memasuki gua ini?"

Dewa Arak terdlam sejenak. Mungkinkah kakek ini orang yang telah menyelamatkan Desa Bandan dad jarahan perampok puluhan tahun sflam?

"Aku masuk kemad tanpa sengaja, Kek."

Dahl kakek bongkok itu nampak berkemyit.

'Tanpa sengaja? Kau berdusta. Anak Muda. Aku tahu, pasti ada sesuatu yang kau carl dl sini," bantah kakek Itu.

"Memang ada sebuah urusan yang mendorongku memasuki Hutan Bandan ini, Kek. Tapi. masuknya

70

aku ke gua ini, karena kebetulan," jelas Arya.

Semakin banyak kerutan di dahi kakek itu mendengar jawaban Dewa Arak.

"Apa urusanmu memasuki Hutan Bandan Ini, Anak Muda?! Tahukah kau kalau hutan ini tempat terlarang?! Ahhh...! Tindakanmu itu akan mengakibat-kan banyak korban. Sla sialah jerih payahku selama ini! Korban tetap tak bisa kucegah!"

Berdebar jantung Dewa Arak. Ternyata dugaan-nya tepat. Kakek buta ini adalah orang yang dulu me nolong Desa Bandan. Tapi ia belum masih mengerti ucapan kakek Itu.

"Maksudmu, Kek?" tanya Arya.

"Hhh...!" kakek bongkok itu menghela napas panjang. Seolah-otah ada beban yang menghimpit dada-nya. "Jawab dulu pertanyaanku. Anak Muda. Apa urusanmu memasuki hutan ini?!"

Dewa Arak mengerutkan alisnya. Perasaan dong-kol merayapi hatinya. Tapi cepat-cepat ditekannya perasaan itu.

"Aku terpaksa memasuki hutan in! untuk mencari tahu. Kudengar setiap malam bulan pumama ada seorang remaja, laki-laki atau perempuan dibawa ke hutan ini. Tapi sampal sekarang. tidak seorang pun pernah kembali. Bahkan belum lama ini. seekor macan putih mengamuk meminta korban. Aku ingin tahu. ke mana perginya remaja remaja Itu, dan mengapa macan putih itu membunuhi orang orang desa?"

71

Kakek bongkok itu terdiam mendengar keterangan dan pertanyaan Dewa Arak.

"Kalau aku bdak salah duga. bukankah Kakek adalah orang yang menyelamatkan Desa Bandan puluhan tahun yang lalu?" sambung Arya lagi

"Dugaanmu bdak keliru, Anak Muda." jawab kakek itu pelan.

"Lalu, kenapa Kakek malah menyuruh orang desa mengorbankan seorang remaja sebap malam bulan puma ma?" desak Arya. "Apakah memang Itu tujuan Kakek menyelamatkan desa itu?"

Keadaan menjadi hening begitu Dewa Arak me-nyelesaikan perkataannya. Tapi keheningan itu segera dipecahkan oleh suara si kakek.

"Sebenamya aku bdak Ingin menceritakan hal ini pada siapa pun. Tapi, karena kau mempunyai maksud yang baik. maka kau kuberikan perkecualian. Arya, kaulah satu satunya orang yang akan kubentahu mengenai masalah Ini."

'Terima kasih, atas kepercayaanmu, Kek." ucap Arya pelahan.

"Simpan ucapan terima kasihmu itu, Arya. Seka rang pasang telingamu baik-baik!" ujar kakek bongkok itu.

Dewa Arak menurut.

"Puluhan tahun yang lalu, aku menikah dengan seorang wanita sesat yang lihal. Dia berjuluk Kunb-lanak Alam Kubur. Aku sangat menclntainya. Dan dia

72

mencintaiku juga," ujar kakek itu memulai ceritanya.

Perasaan heran melanda hab Arya. Ia sama sekali bdak menyangka kalau misteri yang dihadapinya ini berhubungan dengan keluarga seseorang. Tapi dia sama sekali bdak memotong cerita kakek itu. Di-biarkannya kakek bongkok itu meneruskan ceritanya.

"Semula aku ragu-ragu menikahinya. Tapi. kebka dia berjanji akan meninggalkan kesesatannya, aku pun bersedia menerimanya. Selama beberapa tahun dia mau memenuhi permintaanku. Tidak pemah dia mela-kukan kejahatan. Kehkjupan kami pun aman dan ten-teram," kakek bongkok itu menghentikan ceritanya sebentar. Ditatapnya Dewa Arak yang masih tekun mendengar ceritanya.

'Tapi setelah sepuluh tahun, penyakit lamanya kambuh. Dia kembali mengumbar kejahatan. Aku marsh, dan pergi meninggalkannya sambil membawa macan pubh peliharaan kami. Macan itu amat patuh pada kami berdua. Apa pun yang kami perintahkan, pasb dilaksanakan dengan balk."

"Lalu dalam pengembaraanmu, kau bba pada sebuah desa yang tengah dlserang oleh rombongan perampok. dan kau menolongnya. Bukankah begitu. Kek?" selak Arya.

"Benar," sahut kakek bongkok itu sambil meng anggukkan kepalanya. "Kemudian aku menyepi di Hutan Bandan bersama peliharaanku. Belasan tahun aku bnggal dl sini Tapi tak kusangka kalau Istriku mencium

PRAHARA HUTAN BANDAN

73

Jejakku. Kemudian dia pun menyusulku Kami berteng-kar, sampai akhimya terjadi pertempuran Dengan su-sah payah dia berhasil kukalahkan."

Sampai di slnl kakek Hu menghentikan ceritanya Arya mengenitkan alisnya. Dia Jadi bingung mendengar centa kakek bongkok ini Menurut kakek itu, nenek yang betjuluk Kunhlanak Alam Kubur berhasil dikalahkannya tapi kenapa ia yang buta matanya?

"Mungkin hatimu bertanya tanya. Anak Muda. Mengapa kalau aku yang menang. mataku menjadi buta. Begitu kan?" duga kakek itu seperti mengerrJ kebingungan Dewa Arak.

Kembali Arya terkejut la tidak menyangka kalau kakek mi mampu membaca pikhannya

Tidak periu bingung-bingung, Arya. Kau dengar kan saja lanjutan ceritaku" ucap kakek itu lagi. "Rupanya Istriku tidak mau menedma kekalahannya. Dia lalu menantangku bermaln racun. Sebagai raja obat, jelas aku ditantang Dia lalu mem numkan racun ke mulutku."

"Ahhh...!" desah Arya kaget "Racun Hu dlmlnum-kan padamu, Kek?" tanyanya setengah tak percaya.

"Ya." sahut kakek itu. "Slalnya. ternyata aku belum mengenai Jenis racun Itu. Entah dad mana dia mendapatkannya. Untunglah racun itu bereaksi secara lam bat Akhimya, kami mengikat perjan Ian la berjanji tidak akan membunuh ku a sal aku bersedia mencari-kan remaja remaja pada tiap-tiap pumama untuk me-

74

nyempumakan limu hitamnya. Dengan be rat hati aku menedma perjanjian itu. Dia juga mengancam akan membantai seisi Desa Bandan apabila aku tidak me menuhl permlntaannya "

Arya mengangguk-anggukkan kepalanya Kini mulai dipahaml mengapa kakek itu menyuruh penduduk berbuat seperti itu.

"Kurasakan racun itu mulai bekerja Pandanganku mulai mengabur. Aku sadar, lambat laun aku akan buta. Sebelum semua itu terjadi Ki Gayan segera ku bedtahu mengenai permintaan istriku itu Aku juga melarang setiap orang memasuki Hutan Bandan untuk menghlndad jatuhnya korban lebih banyak lagi."

"Lalu kenapa kau masih berada di sinl Kek?" tanya Arya memotong

"Aku tidak ingin istriku mengingkari Janjinya. Kalau aku tidak berada dl sanl bisa saja dia berbuat nekat, menculik remaja remaja dl desa sekltar Hutan Bandan ini," Jawab kakek itu.

Kembali Arya mengangguk-anggukkan kepalanya. Kini semua persoalan sudah menjadi jelas baginya

"Sekarang macan itu telah memulai terornya. Sudah banyak penduduk menjadi korban," sergah Arya

Kakek bongkok Itu tersenyum

"Dalam hal Ini istriku tidak bisa disalahkan. Arya. Bagaimana pun juga dia masih tetap memegang Janji nya. Dia tidak akan menyebar maut selama bdak ada orang mengusik ketenangannya. Bukankah aku telah

75

memperingatkan mereka1 Jadi, mereka sendtdlah yang mencari penyakit!" sahut kakek itu membela istrinya

Dewa Arak mengerutkan alisnya

"Mereka tetap mematuhi semua yang kau perin-tahkan, Kekj" sambut Arya dengan suara keras

"Mematuhi apa?'" sergah kakek itu sambil ter senyum sinls "Buktlnya, banyak orang memasuki hu tan ini!"

"Mereka sudah berusaha mencegah! Bahkan be lasan penduduk menjadi korban karena ingin mence gah orang-orang persilatan yang hendak memasuki hutan ini!" bantah Arya dengan suara keras

"Betulkah semua yang kau katakan Itu, Arya?!" tanya kakek Hu. Wajahnya teriihat sungguh sungguh

Arya menganggukkan kepalanya. Namun demikian, kemarahannya agak reda mebhat sikap kakek Hu

"Orang-orang persilatan memburu benda langit yang jatuh di hutan ini'" jelas Arya.

"Ahhh. !" kakek itu berseru terkejut 'Kalau begitu, perbuatan istriku harus dicegah'"

"Itu memang sudah menjadi tekadku sewaktu hendak memasuki hutan ini. Kek."

"Aku tak yakln kau mampu mencegahnya, Arya. Asa] kau tahu saja. Istriku itu mempunya! kepandalan amat rJnggi!" ujar kakek itu cemas.

"Aku tak takut, Kek1 Bagiku, rnarJ dalam membela

76

kebenaran adalah perbuatan yang mulia1' tandas Arya.

"Kalau Hu sudah keputusanmu, terserah* Hanya pesanku. berhatl haulah'"

'Terima kasih atas peringatanmu, Kek." ucap Arya sambil berlalu meninggalkan tempat itu. Tujuan nya kini jelas. mencari Kuntilanak Alam Kubur
6

CM keremangan Hutan Bandan, tampak seekor macan putih bedad cepat Penclumannya yang tajam menangkap bau manusia di sekitamya Karena ma jikannya telah memedntahkan untuk membunuh siapa pun yang berani memasuki hutan ini, maka binatang itu pun segera bedad menuju tempat bau itu berasal.

Srakkk...!

Rerimbunan semak-semak terkuak. Dari balik semak-semak, muncuQah seorang ielald jangkung. Tubuhnya agak kurus dan matanya sipit. Di tangannya tergenggam sebuah gada berduri.

"Ha ha ha...! Macan keparat! Maju kau...! Ayo hadapi aku, si Gada Maut tantang laid laki tinggi kurus yang berjuluk si Gada Maut itu. Tangannya menlmang nimang gada yang digenggamnya

Mendadak, si Gada Maut membalikkan tubuhnya. Ia berlari meninggalkan macan itu.

Macan putih tidak ingin kehllangan buruannya Binatang itu pun berlari mengejar. Tapi tiba tiba

Srakkk...!

"Graunggg...!"

Macan putih Itu menggeram ketika tubuhnya tahu

78

tahu telah terjerat jaring. Rupanya si Gada Maut telah menjebaknya. Kini binatang itu terkurung dalam jaring yang tergantung cukup tinggi di atas pohon

Macan putih itu meraung raung Gigi-gigi dan kuku kukunya yang tajam, menggigit dan mencakar jaring yang mengurungnya Tapi ternyata jaring itu terbuat dari bahan alot yang tidak mudah pu Sla sia saja segala usaha yang ddakukannya

"Ha ha ha...!"

Si Gada Maut tertawa bergelak. Habnya puas melihat macan putih itu sudah tidak berdaya dalam jerat yang dlpasangnya.

"Sekarang kau tidak berdaya lagi, macan keparat1 Ha ha ha ! Kini kau baru tahu kecerd kan si Gada Maut, he?! Sebentar lag! kau akan kubantai. macan keparat! Akan kuhlrup darahmu, dan kukulib tubuhmu! Ha ha ha...!"

Si Gada Maut kembali tertawa terbahak bahak Tapi mendadak saja tawanya berhenti. Dtdengamya ada suara tawa merdu mengiringi tawanya. Dengan cepat dlbalikkan badannya untuk mencari asal suara Hu.

Si Gada Maut terkejut ketika menemukan si pe mlBk suara. Ternyata pern llknya adalah seorang gadis berwajah cantik jellta. Usianya sekitar dua puluh tahun. Rambutnya yang panjang, tergeral dlsapu angin Pa kalannya serba putih, dan terdapat sulaman bunga me lab dl dada kirinya

79

"Slapa kau, Ninl?" tanya si Gada Maut Laki-laki bertubuh kurus ini bersJkap waspada Meskipun si pemlHk tawa itu adalah seorang wanlta muda yang cantik, si Gada Maut tidak berani bersikap gegabah Dari suara tawanya yang merdu menggema ke seluruh penjuru hutan. dapat dislmpulkan kalau wanlta cantik Hu mem hki tenaga dalam yang tinggi.

"Kau tidak perlu tahu siapa diriku. Kisanak!" sahut wanlta cantik itu seraya tersenyum slnls "Yang pen-ting, kalau kau ingin selamat, segera tinggalkan macan putih Hu!"

Seketika wajah si Gada Maut berubah. Kedatangan wanlta itu menyadarkan dirinya Sewaktu waktu bisa saja tokoh tokoh persilatan lalnnya datang meram pas macan pubh yang didapatinya dengan susah payah Hu. Gadis ini harus segera dibungkamnya, sebelum yang lalnnya tahu, pikimya

"Hryaaa...!"

Sambil mengeluarkan pekik melengking nyanng, si Gada Maut menenang gadis berpakaian putih itu Gada rH tangannya diayunkan cepat ke arah leher.

Wut...!

Gadis Itu hanya tersenyum slnls. Agaknya ia me mandang rendah serangan lawan. Sambil tetap tersenyum sinis. didoyongkan tubuhnya ke belakang. sehingga babatan gada itu lewat setengah Jengkal di de-pan lehemya. Pada saat yang bersamaan, d lepaskan nya sebuah tendangan ke perut si Gada Maut

80

Gerakannya cepat sekali dan tak terduga-duga

Si Gada Maut terkejut bukan main. Sungguh tidak disangkanya gadis muda itu mampu berbuat demikian. Kini si Gada Maut berada dalam posts! yang bdak menguntungkan Kalau saja ta tahu siapa sebenamya gadis ini, tentu dia bdak akan berani berbndak gegabah. Gadis itu tak lain adalah Melati. Pendekar wanlta yang berjuluk Dewi Penyebar Maut ini dulu pernah menggoncangkan dunia persilatan {Untuk jelasnya. bacalah serial Dewa Arak dalam episode "Dewi Penyebar Maut"). Pendekar wanita ini sedang dalam pe-ngembaraan mencari jejak Arya, tunangannya Begitu mendengar tentang adanya prahara di Hutan Bandan, ta segera datang ke tempat ini dengan harapan dapat benumpa dengan Dewa Arak.

Sekarang sudah tidak mungkin lagi bagi si Gada Maut untuk mengelak. Dengan terpaksa, ditangkisnya tendangan itu menggunakan tangan kinnya yang sudah dialiri tenaga penuh. Rupanya ia bdak berani ambil resiko

Dukkk...!

"Akh...!"

Si Gada Maut memekik pelan Rasanya tulang-tu-langnya hampir patah. Seolah-olah tangannya beradu dengan potongan bajal Keras bukan main!

"Hup...!" si Gada Maut melompat mundur.

Melab sama sekali bdak mengejamya. Pendekar wanlta Ini hanya memandang lawannya

PRA1IARA HUTAN BANDAN

81

Si Gada Maut menatap gadis bertubuh menggiur kan di hadapannya tajam-tajam Wajahnya menam-pakkan keterkejutan yang amat sangat Kini baru di sadannya kalau tenaga dalam yang dimiliki gadis ini Jauh lebih kuat dannya

"Sebelum tedambat kau kubenkan kesempatan untuk menlnggalkan tempat ini, Kisanak," ucap Melati begitu melihat sang lawan masih berdiri terpaku

"Aku belum kalah, perempuan sundal.' Jangan harap kau dapat mengalahkan Gada Maut!" teriaknya keras.

Wajah Melati berubah hebat Makian lawan membuat darahnya naik ke ubun-ubun. Sepasang ma tanya mencorong tajam. Si tinggi kurus tersentak begitu melihat sepasang mata pendekar wanlta ini. Tanpa sadar kakinya melangkah mundur.

"Kau telah menghlnaku. Jangan harap aku akan mengampunl nyawa hkusmu, keparat!" desis Melati tajam.

"Akulah yang akan membunuhmu, perempuan sundal! Hiyaaa...!"

Setelah berkata demikian. si Gada Maut mener-Jang Melati. Gada di tangannya berkelebat menyam bar nyambar mencari sasaran Senjatanya nimbul kan suara angin menderu-deru.

Kini Melati tidak mau bertindak setengah tengah lagi. Penghinaan Gada Maut membuat kemarahannya bergotak. Tanpa ragu-ragu lagi dikeluarkan ilmu an-

82

dalannya 'Cakar Naga Merah*

Sepasang tangan gadis berpakaian putih ini ter kembang membentuk cakar naga. Pelahan namun pasti. tangannya sampai sebatas pergelangan berubah merah darah.

"Hup..I"

Berkat Ilmu meringankan tubuhnya yang tinggi, tidak sulit bagi Melati mengelakkan setiap serangan si Gada Maut. Bahkan sebaliknya setiap serangannya memaksa lawan Jatuh bangun menyelamatkan dhi

Tak sampai sepuluh jurus, si Gada Maut sudah terdesak hebat. Memang tingkat kepandaian Melati telah meningkat hebat setelah beijumpa kembali dengan gurunya. Di bawah gemblengan laki-laki tua itu, akhimya ia dapat menyempumakan ilmu 'Cakar Naga Merah'nya (Untuk lebih jelas, bacalah serial Dewa Arak dalam episode "Cinta Sang Pendekar").

Si Gada Maut menggertakkan giginya Gada dl tangannya berkelebatan semakin cepat Tapi tetap saja usahanya stasia.

"Haaat..!"

Si Gada Maut berteriak nyanng Tubuhnya melompat tinggi. Sesaat kemudian ia menukik sambil me nusukkan gadanya ke kepala Melati Gerakannya sangat indah, perste seekor burung raksasa yang tengah menerkam mangsanya.

Melati tetap berslkap tenang Begitu serangan lawan mendekat, mendadak la merubah posisi kuda

83

kudanya. Tubuhnya direndahkan Tangan kanannya dlulurkan ke atas mengancam dada lawan Sementara tangan Iddnya terpalang dl depan dada

SI Gada Maut tertawa dalam hati Rupanya gadis ini mencari mari, pikimya Bukankah sebelum cakar gadis Itu mengenainya, kepala gadis itu hancur lebih dulu terhantam gadanya.

Mendadak sebuah kejadian aneh membuat mata si Gada Maut terbelalak Betapa tidak? Tangan gadis itu tiba tiba mulur memanjang. Sebelum gada di tangannya mengenai sasaran cakar gadis itu lebih dulu mampir di dadanya.

Buk!

"Aaakh...!"

Si Gada Maut menjerit mem lukan Tubuhnya me-lambung kembali ke atas. Dari mulut, mata dan hl-dungnya mengalir darah segar. Tulang-tulang dadanya hancur seketika. Saat itu juga nyawa laki-laki tinggi kurus itu berpisah dengan raganya. Rupanya Melati telah menyalurkan seluruh tenaganya

Brukkk...!

Suara berdebuk keras terdengar ketika tubuh si Gada Maut jatuh ke tanah.

Melati menatap tubuh yang tergolek Itu sejenak. Setelah Itu dilangkahkan kakinya menghamplri macan putih yang masih terkurung dl dalam jaring.

Srat..!

84

Melati menghunus pedangnya Tap! sebelum dia sempat berbuat sesuatu, terdengar suara tawa mengj kik yang membuat bulu kuduknya berdln Suara tawa itu tidak semestinya keluar dari mulut manusia, piklr nya Melainkan dari mulut setan kuburan! Tapi aneh nya, mesklpun suara itu terdengar pelan, getarannya terasa sampai ulu hatinya.

Jantung pendekar wanita ini berdebar keras. Ia sadar kalau orang yang baru datang ini memiliki ke-pandaian tinggi Dari suara tawanya, sudah dapat di-perkirakan kedahsyatan tenaga dalam pemlliknya

Kini di hadapan Melati berdiri seorang nenek ne nek. Tubuhnya yang tinggi. terbalut pakaian dan keru-dung hitam. Kulitnya juga agak kehitaman Bentuk mata, hidung, dan sorot matanya mengingatkan orang pada burung elang. Di tangannya tergenggam sebuah tongkat kayu berkeluk. Ujungnya berbentuk kepala burung elang

"Siapa kau?!" tanya Melati. Suaranya mcndesis. Gadis ini dilanda perasaan tegang Baru kali Ini ia melihat orang seaneh itu.

"Hik hik hik...! Rupanya kau hebat juga. Cah Ayu! Ah. betapa senangnya hatiku Sejak sekian puluh tahun tidak bertemu orang sakti. kini aku melihat orang muda sepertimu sudah memlliki kepandaian tinggi! Hik hik hlk....' Bersiaplah. Cah Ayu! Keluarkan seluruh kepandalanmu Aku tidak segan-segan membunuh mu!" Rupanya sejak tadi tanpa dlketahul Melati, nenek

85

Ini telah menyakslkan pertarungannya melawan si

Gada Maut

Tunggu dulu, NekJ" cegah MelatJ cepat

"Ada apa? Cepat katakan'" sergah nenek itu tidak

sabar.

"Begini, Nek Seingatku. aku behim pemah ber jumpa denganmu Apalagj berbuat kesalahan. Tapi, kenapa engkau Ingin menyerangku?!"

Si nenek mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Hlk hlk hilt..! Jadi, kau ingin mengenalku dulu, Cah Ayu? Balk, orang mengenalku sebagal Kuntilanak Alam Kubur. Nah, Itulah julukanku Puas, Cah Ayu! Sekarang, bersiaplah kau!" ucap nenek itu lagi.

Melati terkejut! Nama Kuntilanak Alam Kubur memang pemah didengamya. Gurunya banyak bercerita mengenai tokoh Ini Tokoh yang memlliki slfat aneh. Suka berbuat kejam tanpa dasar, tapi memiliki kepan dalan yang sangat tinggi Sungguh Bdak dlsangka la bisa beijumpa tokoh ini

Cappp...!

Kuntilanak Alam Kubur menancapkan tongkatnya ke tanah. Gerakannya kelihatannya pelan sekali, se pertinya tanpa pengerahan tenaga. Tapi akibatnya tongkat itu tertancap sampai lebih dart setengahnya! Sebuah pertunjukan kekuatan tenaga dalam tingkat tinggi yang menarik!

Melati mengawasi gerak-gerlk si nenek penuh was-pada. Dillhamya perempuan tua itu mengepalkan Jari-

86

Jar! tangannya Pelahan lahan tapi penuh tenaga. Terdengar suara berkerotokan nyaring ketika )emarinya rHkepalkan.

Gadis berpakaian putih itu mcmbelalakkan mata-nya. Tengkuknya bergidik menyaksikan perbuatan si nenek. Kini disadari kalau nyawanya terancam Maka, tanpa ragu-ragu lag], dikeluarkannya ilmu 'Cakar Naga Merah' yang sangat diandalkannya.

"Hebat juga ilmu yang kau mlbki, Cah Ayu. Melihat bentuk jar! jari tanganmu dapat kutebak kalau kau menggunakan 'Jurus Naga*. Ingin kubhat apakah 'Jurus Naga' miHkmu mampu menghadapi 'Tinju Gajah' milikku?"

'"Tinju Gajah'?" desah Melati dalam hati. la sangat terkejut mendengar nama jurus itu disebut

Namun sebelum Melati berpikir lebih lama, Kuntilanak Alam Kubur sudah menyerangnya. Tangan kanan nenek itu memukul lurus ke dada, sementara tangan kirinya terkepal di stsi pinggang

Suara gemeretak menglringi tiba nya serangan itu. Melati merasakan ada serentetan angin keras yang me nyesakkan dada sebelum pukulan lawan mengenalnya.

Gadis yang dulu mendapat julukan Dewi Penyebar Maut Ini tidak berani menangkls serangan Itu. Kakinya buru-buru dlgeser ke samping. sehingga pukulan Itu lewat sekitar sejengkal dari tubuhnya

Pakaian Melati berkibaran akibat kuatnya tenaga dalam yang terkandung daUim pukulan tadi.

87

Begitu pukulan itu lewat, Melati segera melan-carkan serangan balasan ke kepala Kuntilanak Alam Kubur.

Tapi si nenek hanya terkekeh seraya m r ndahkan tubuhnya, sehingga serangan itu lewat i atas kepalanya.

Tak lama kemudian. mereka sudah tedibat dalam pertarungan sengit Melati menyadari kalau lawannya memlliki ilmu kepandaian luar biasa. Maka. mau tak mau ia harus mengerahkan seluruh kepandaiannya.

Sepasang cakar Melati yang memainkan ilmu 'Cakar Naga Merah", menyambar nya bar cepat mencari sasaran. Namun, tanpa kesulitan Kuntilanak Alam Kubur mengelakkan setiap serangannya. Ba kan seba liknya setiap serangan balasan si nenek membuat gadis berpakaian serba putih itu pontang anting menyelamatkan diri

Pertarungan antara kedua w n ta yang sama sama sakti itu berlangsung semakin seru. Dalam waktu singkat dua puluh lima jurus telah bed iu Pelahan namun pasti, Melati mulai terdcsak Ilmu Tin u Gajah' yang dim hki lawan benar benar membuatnya kagum.

Setiap kali tangan mereka beradu, tubuh Melati terjengkang. Sedangkan lawannya hanya terhuyung huyung beberapa langkah ke belakang Dad benturan Ini dapat ketahui kalau tenaga dalam Melati berada di bawah tenaga dalam si nenek.

"Hryaaa...!"

88

Sambil mengeluarkan pekik melengking, Melati melentingkan tubuhnya ke belakang "Hup...!" Srattt..!

Rlngan tanpa suara kedua kakinya menjejak bumi. Kini di tangannya telah tergenggam sebatang pedang.

"Keluarkan senjatamu, nenek peot!" teriak Melati keras.

"Hik hlk hik...! Dengan tangan kosong pun aku sanggup merobek mulutmu yang lancang, gadis liar!" sahut Kuntilanak Alam Kubur tak mau kalah

"Kalau begitu jangan katakan aku curang kalau kau mampus di ujung pedangku! Hiyaaa...!"

Setelah berkata demikian, Melati melompat me-nerjang. Pedangnya menusuk cepat ke dada Kuntilanak Alam Kubur. Bunyi mengaung yang mengawall tibanya serangan itu menjadi pertanda, betapa kuatnya tenaga yang terkandung di dalamnya.

Meskipun serangan tusukan pedang itu berlangsung cepat, tapi masih lebih cepat lagi gerakan si nenek. Tahu tahu Kuntilanak Alam Kubur sudah melen-ting melewati kepala Melati Tubuhnya berputar di udara, seraya mengayunkan kedua tangannya ke kepala si gadis

Melati terkejut bukan main Dia segera melompat ke depan sambil menggulingkan tubuhnya menjauh.

"Hup...!"

PRAHARA HUTAN BANDAN

89

Begitu kedua kaki Kuntilanak Alam Kubur menda rat, Melati segera bangkit. "Haaat...!"

Kembali gadis berbaju putih itu menerjang. Kini pedang di tangannya memainkan Jurus 'Ilmu Pedang Seribu Naga'. Serangannya susul-menyusul seperti tia-da putus-putusnya.

Tapi Kuntilanak Alam Kubur adalah tokoh yang sudah kenyang makan asam garam pertempuran. Mes-kipun hanya bertangan kosong, sedikit pun tak nampak terdesak. Bahkan kedua tangannya yang menge pal memainkan Amu 'Tlnju Gajah', masih sempat menyerang bertubi tub!

Akibat dad pertarungan kedua wanlta ini sangat mengerikan Batu baru besar dan kecil beterbangan Bahkan tidak sedikit pohon pohon besar yang bertum-bangan terkena pukulan, tendangan, atau sabetan pedang nyasar.

Tujuh puluh jurus telah bedalu. Sampai saat ini. Melati belum juga mampu mendesak lawannya. Hal ini tentu saja membuatnya geram bukan main.

Pada jurus kesembilan puluh tiga. sambil mengeluarkan pekik nyaring, Melati melompat menerjang. Pedang di tangannya melesat cepat menusuk ke leher lawan.

Singgg...!

Kuntilanak Alam Kubur terkekeh pelaa Dengan tenang dibiarkannya serangan itu mendekat. Melati

90

mengira nenek itu sudah kehabisan tenaga. Kelelahan membuatnya lengah, pikimya. Tapi mendadak si nenek menggeser tubuhnya ke samping kanan. seraya tangan kanannya menyampok tangan Melati.

Wut! Ptak!

"Akh...!"

Melati memekik tertahan. Sekujur tangannya dira sakan lumpuh. Pedang di tangannya teriempar jauh. Sebelum gadis berpakaian serba putih itu berbuat sesuatu. kaki nenek itu sudah menyambar cepat ke arah perut

Buk!

"Hughk...!"

Keras dan telak bukan main tendangan itu mengenai sasaran. Seketika itu juga tubuh Melati terjengkang ke belakang. Cairan merah kental terilhat di sela-sela bibimya. Melati teduka dalam!

'Terimalah kematianmu. gadis liar! Hiyaaa...!"

Setelah berkata demikian, Kuntilanak Alam Kubur menerjang sambil memukulkan tinju kanannya ke dada Melati.

Angin keras menyambar ke arah Melati yang masih terhuyung huyung ke belakang.

Melati membelalakkan sepasang matanya. Dia tahu betapa dahsyatnya pukulan jarak jauh yang dllepas-kan lawannya. Keadaannya yang sudah teduka dalam tidak memungkinkan untuk menangkis serangan itu.

91

Blla menanglds, berarti sama saja dengan membunuh diri. Sementara mengelak pun sudah tidak sempat lagi Klni la hanya dapat menanti datangnya sang maut menjempuL

Tapl sebelum pukulan jarak jauh itu mengenal tubuh Melati, sesosok bayangan ungu berkelebat me nyambar tubuh gadis itu

Tappp...!

Brakkk...!

Sebatang pohon sebesar dua pelukan orang dewa sa. tumbang seketika terkena pukulan Jarak jauh yang nyasar. Suara berderak keras mengiringl robohnya pohon itu.

"Kcparat...!"

Kuntilanak Alam Kubur berteriak memakf Hatinya gemas sekali ketika lawannya berhasil lolos dari ta ngannya. Tap) sebelum ia sempat mengejar, bayangan ungu itu telah lenyap ditelan rerlmbunan semak yang lebat.

Nenek berwajah miiip burung elang ini mengge ram. Keras bukan main geramannya. Dihamplrinya macan putih yang terkumng di jaring, tergantung di atas pohon.

"Hih...!"

Kuntilanak Alam Kubur mengacungkan dua buah jari telunjuknya ke atas. Terdengar suara mencicft nyaring seperti suara rJkus terjepit

92

Tasss...!

Seketika Hu juga tali penggantung jaring yang mengurung macan putih Itu putus dan jatuh ke tanah Brukkk! "Aummm .!"

Macan Itu bergerak menerobos kurungan jaring. Kemudian menggeram pelan menghampiri si nenek. Tapi Kuntilanak Alam Kubur yang rupanya masih ke sal, lan meninggalkan tempat tersebut. Macan putih itu pun sambi! tetap menggeram pelan, melang kah mengikuti si nenek.

7

Sosok bayangan ungu berkelebat cepat menem bus kerimbunan pcpohonan Hutan Bandan. Kini bayangan tadi terhenti di depan sebuah gua.

Sosok ungu itu tak lain adalah Dewa Arak. Di pun daknya tampak tubuh Melati terkulai lemas Gadis itu pingsan. Rasa nyeri yang diakibatkan oleh luka dalam yang dideritanya, sudah tak dapat dttahannya lagi. Tanpa ragu ragu Dewa Arak melangkah memasuki mulut gua. Langkah-langkahnya panjang, seolah-olah bdak merasakan beban di pundaknya

Beberapa saat kemudian, Dewa Arak sudah melihat kakek bongkok yang tengah duduk bersila.

"Aku butuh pertolonganmu, Kek." ucap Arya tanpa basa-basi lagi. Tubuh Melati yang sejak tadi di pondongnya, diturunkan pelahan lahan

Kakek bongkok itu membuka matanya Sepasang mata nya yang pubh itu menatap Dewa Arak.

"Siapa dia. Arya?" tanya kakek Itu tanpa mempe dull kan ucapan Dewa Arak.

Arya sudah bdak terkejut lag! kebka si kakek telah mengetahu) kalau dia bdak datang sendinan Meskipun buta. kakek Itu mampu melihat melalui mata babnnya

94

•Teman. Kek," sahut Arya.

Kakek itu tercenung sejenak.

'Teman atau kekasih?" sindir kakek itu

Arya menghela napas panjang Percuma, bdak ada gunanya lagi menyembunyikan hal yang sebenarnya pada orang tua ini.

"Sebenarnya , dia tunanganku, Kek," jawab Arya berterus terang.

"Hm..., lalu kenapa kau bawa dia kemari?"

"Dia mendapat luka dalam yang parah Kek. Karena dulu Kakek adalah seorang raja obat, maka kubawa dia kemari."

Kakek bongkok Itu mengangguk-anggukkan kepalanya.

"Bagaimana dia bisa teduka?" desak si kakek ingin tahu.

"Dia bertarung melawan seorang nenek yang berpakaian serba hitam dan...."

Arya menghenbkan ucapannya kebka melihat raut wajah si kakek mendadak berubah.

"Mengapa. Kek? Ada sesuatu yang aneh dalam ceritaku?"

'Tidak. Tidak.... teruskan ceritamu. Arya." sahut kakek itu cepat "O ya. apakah nenek itu mengenakan kerudung hitam juga?"

"Benar, Kek. Apakah Kakek mengenalnya?"

"Hhh...!" kakek bongkok itu menghela napas

95

Jang "Dia adalah orang yang kuceritakan padamu."

"Maksud Kakek. wanita itu... fartri Kakek tebak Arya.

ahhh. !" sambut kakek Itu sambil mengangguk

pelan.

Arya tercenung mendengar jawaban si kakek. Seketika suasana menjadi henlng. Tap! hal inl tidak ber langsung lama, karena orang rua itu sudah kembali berbicara.

Tolong kau ambilkan buntalan yang ada di pojok sana," pinta kakek bongkok itu sambil menunjuk ke salah saru sudut gua.

Tanpa banyak membantah, Arya bergegas ke a rah yang ditunjuk kakek bongkok itu. Benar saja Di situ dijumpainya sebuah buntalan. Buntalan itu segera diambitnya.

"Buka! Ambil pil yang berwama merah, lalu kau minumkan pada tunanganmu," ucap si kakek sebelum Arya menyerahkan buntalan Itu padanya

Dewa Arak membuka buntalan itu. Diambilnya pil berwama merah dan segera dimasukkan ke dalam mu-hit MelarJ.

"Kek...," ucap Arya memecah keheningan yang meliputi suasana gua

"Hm...," kakek itu hanya bergumam pelan.

Dewa Arak menghela napas panjang sebelum me mulai ucapannya.

96

"Beginl, Kek. Rasanya..., Undakan Istrl Kakek tidak blsa dlbiarkan lebih lama lagi."

"Maksudmu aku harus membunuhnya?" selak kakek itu cepaL

"Bukan itu maksudku, Kek." sahut Arya cepat

"Bicara yang tegas, Arya. Katakan saja, ya!" tegur kakek itu. Tajam dan keras suaranya

'Tidak seluruhnya benar, Kek."

"Maksudmu?"

"Perbuatan istri kakek memang harus dicegah. Dengan jalan lunak sepertnya tidak mungkin Jadi, terpaksa dilakukan lewat Jalan kekerasan."

"Betul kan dugaanku?!" selak kakek itu lagi.

"Ya. Tapi, bukan Kakek yang harus melakukan-nya."

"Lalu, siapa? Kau?!" ada keraguan dalam nada suara si kakek.

"Begjtulah, Kek. Aku akan berusaha dengan se-luruh kemampuanku

"Percuma. Kau tidak akan mampu menandingl-nya. Kau hanya akan mengantar nyawa saja!" tegas kakek itu yakin.

"Tidak mengapa, Kek. Aku siap mengadu nyawa dengannya. Maksudku mengutarakan hal inl. adalah untuk mencegah hal hal yang tidak diinginkan di ke mudlan harl " jelas Arya.

Kakek bongkok itu mengangguk anggukkan kepa-

PRAHARA HUTAN BANDAN

97

la nya Alasan Arya bisa ditcrlmanya Pemuda in) benar benar bijaksana pikimya

"Aku mengerrJ arah pemblcaraanmu, Arya. Kau khawatir aku akan salah terima bib istriku tewas di tanganmu. begitu kan?" tebak kakek bongkok itu.

"Benar, Kek," ucap Dewa Arak sambil mengang-gukkan kepalanya.

"Hhh...! Pedu kau ketahui Arya. Aku pun sudah muak dengan rJngkah bku Istriku Sudah lama sekali aku menginginkannya tewas Tapi. ternyata tidak seorang pun yang sanggup mengabhkannya Sedangkan aku tak sampai hati menjaruhkan tangan maut pada istriku sendiri. Kuharap kau berhasil. Pesanku berhatJ-hatibh, Arya. Saat ini dia tengah mempebjad sebuah ilmu hitam. Aku sendiri belum tahu ilmu apa yang dite-kunlnya."

'Tedma kaslh atas kerebanmu. Kek. Aku rJtJp tu-

nanganku dl sini."

"Perglbh Arya Kudoakan semoga kau berhasil " 'Terima kasih. Kek," pamlt Arya. seraya melesat

ke luar

Sepenlnggal Dewa Arak, kakek Hu menunduk sedih. Bob mata yang hanya rJnggal putihnya itu, tedihat berkaca kaca HarJnya tersayat pedih saat mengingat kenangan manis bersama Istrinya. Rupanya masih ada segumpai cinta di hatinya

98

Matahari tebh sejak tadi tenggebm di ufuk BaraL Cahaya bulan yang hanya sepotong membuat sua-sana Hutan Bandan menjadi remang remang

Seorang kakek bertubuh pendek terkekeh kekeh gembira. Tubuhnya yang gemuk, terbakit rompi dan cebna hijau Kepabnya botak. berkibt kibt ditimpa cahaya bulan.

"Akhimya aku juga yang mendapatkan benda langit ini. He he he...!" matanya menatap sebuah lubang bergans tengah sekitar dua tombak. Kedabmannya hampir se tengah tombak. Di dalamnya lampak tergo-lek sebuah benda seperb baru berwarna gebp Besar nya sebesar kepala orang dewasa

Tapi baru saja kakek pendek gem uk ini hendak menurun! lubang itu. terdengar suara terkekeh. Kontan saja kakek itu mengurungkan niatnya. Matanya berke-hling mencari asal suara.

"Hik hik hik...! Kebbang Hijau ., tkbk kusangka kabu bngkahmu sampai juga kerruui "

Kakek pendek gemuk yang be> juluk Kebbang Hijau itu menatap sosok di hadapannya (Untuk lebih jebs mengenai tokoh Ini, sibkan baca serial Dewa Arak dalam episode "Cinta Sang Pervdekar") Di depannya tebh berdiri seorang nenek berwajah mirip burung elang. Pakalan dan kerudungnya serba hitam. Sebuah tongkat berkeluk yang ujunxjnya berbentuk kepab seekor burung elang tergencjgam di tangannya.

"Kuntibnak Alam Kubur...." desis Kelabang Hijau.

99

Perasaan terkejut da pat dirasakan dari suara si kakek. "Rupanya kau juga tertarik dengan benda langit, nenek peot'? Sehlngga langkahmu sampai Juga kemari."

"Hik hik hik...! Pasang teUngamu lebar lebar, Kelabang Hijau Dengar! Aku adalah pemiHk Hutan Bandan ini! Jadi akulah yang lebih berhak atas benda langit itu! Lagi pula aku tidak suka ada orang mengusik ketenanganku. Mereka semua harus marj' Tak terke cuaB kau!"

"Kita hhat saja bukrJnya. nenek peot!" sahut Kelabang Hijau.

"Hik hik hik...!" Kuntilanak Alam Kubur kern bah tertawa terkekeh kekeh Tongkatnya ditancapkan di tanah.

"Hlyaaa...!"

Terdengar suara gemuruh ketika nenek berpakai-an serba hitam itu melontarkan kepalannya ke leher si botak. Rupanya Kuntilanak Alam Kubur sudah me ngeluarkan ilmu 'Ttnju Gajah'

Kelabang Hijau tahu kalau lawan telah mengeluar-kan Ilmu andalannya Tanpa ragu-ragu lagi, ia pun segera memalnkan jurus 'Kelabang SaktJ Ditangkisnya serangan Itu.

Piak!

"Uh...!"

Tubuh Kelabang Hijau terjengkang ke belakang Sekujur tangannya dirasakan lumpuh. Dadanya terasa sesak, sementara lawannya hanya terhuyung beberapa

100

langkah ke belakang Kakek berkubt kehijauan ml sadar kalau lawan memiliki tenaga dalam yang jauh lebih kuat

"Hik hik hik. ! Kematianmu sudah di ambang pintu, gundul jelek'" ejek Kuntilanak Alam Kubur.

Kelabang Hijau sama sekali tidak mempeduiikan ejekan si nenek. Sambil mengeluarkan pekik nyartng, dia melompat menyerang Kini kedua tokoh sakti ini sudah terribat dalam sebuah pertarungan sengit

Mulanya pertarungan kedua tokoh sesat ini ber-langsung imbang Tapi begitu menginjak jurus kedua puhih, tampaklah keunggulan Kuntilanak Alam Kubur.

Kelabang Hijau yang tahu keunggulan lawannya dalam hal tenaga dalam, sedapat mungkin berusaha menghindar! bentrokan tenaga. Berkali kali la terpaksa harus menarik kembah serangannya begitu Kuntilanak Alam Kubur hendak menangkisnya

Tap) di saat gawat bag} Kelabang Hijau, riba aba melesat sesosok bayangan putih memasuk) arena pertempuran. Sosok bayangan putih ini langsung menghujanl Kuntilanak Alam Kubur dengan serangan serangan dahsyat

Tentu saja Kuntilanak Alam Kubur terkejut la terpaksa mengurungkan desakannya pada Kelabang Hijau Serangan si bayangan putih merupakan serang-an serangan mematikan yang disertai pengerahan tenaga dalam rJnggi Mau tak mau ia harus menangkis serangan yang bertubi tubi itu dengan pengerahan

101

seluruh tenaga dalam pula Plak, plak, plak.

Suara benturan dua pasang tangan yang mengan dung tenaga dalam tinggi terdengar berkaii kali Aki-batnya hebat! Si bayangan putih memekik tertahan. Tubuhnya terpelanting se>auh tiga batang tombak. Se-kujur tangannya dlrasakan ngilu.

Kini sosok serba putih sudah berdirl di sebelah Kelabang Hijau kembali Pada dahinya ted hat sebuah logam berbentuk bulan sabit Dialah Dewi Bulan. pa sangan dan Kelabang Hijau.

"Hlk hik hlk...! Rupanya kekasihmu datang Juga. Kelabang Hijau! Hik hik hlk...! Luar biasa! Rupanya berita tentang Jatuhnya benda langit di sini membuat kalian yang telah bau tanah ini Ingin juga memJliklnya."

'Tutup mulutmu kuntilanak jelek'" bentak Dewi Bulan keras.

"Kalau aku tidak mau?!" sahut Kuntilanak Alam Kubur sambil tersenyum mengejek.

"Aku yang akan menutupnya dengan kedua ta nganku!"

"Hlk hik hik...! Mampukah kau melakukannya, dewi got!?" ejek nenek berpakaian hitam yang panda berdebat Itu.

"Keparat...! Mampuslah kau...!"

Setelah berkata demikian, Dewi Bulan langsung melompat menerjang lawannya. Kaki kanannya mela-

102

yang ke pellpls Kunblanak Alam Kubur. Cepat dan keras bukan main serangannya Angin berdestr keras mengawab tibanya serangan Itu.

Kuntilanak Alam Kubur hanya merendahkan tubuhnya sedikit Dan serangan Itu pun lewat di atas kepalanya. Tapi mendadak kaki kanannya menendang ke lutut kid Dewi Bulan.

"Ihhh...!"

Dewi Bulan tersentak kaget Tapi sebelum dia sempat berbuat sesuatu, Kelabang Hijau telah lebih dulu bergulingan menangkis serangan itu.

Plak!

Kuntilanak Alam Kubur menggeram murka Apa-lag) di saat itu Dewi Bulan sudah meng dmkan serangan susulan.

Belum lagi nenek berpakaian serba hitam ini sempat menarik napas, serangan Kelabang Hijau sudah tiba lag! Demikian seterusnya I h berganrJ Sehingga Kuntilanak Alam Kubur terdesak. la tidak mempunyai kesempatan untuk melancarkan serangan balasan.

"Hlh...!"

Tiba tiba Kuntilanak Alam Kubur melenrJngkan tubuhnya ke belakang dan bersalto beberapa kali di udara Kakinya mcndarat tanpa suara di dekat tongkat yang tadi ditancapkannya

Dewi Bulan dan Kelabang Hijau tidak bergerak mengejar. Mereka tidak berani berbuat gegabah menghadapi perempuan aneh Ini. Keduanya tahu kalau

103

lawan hendak menggunakan Ilmu lainnya Tap* sepa-sang tokoh tua Ini yakin, ilmu gabungan mereka dapat menghadapi lawan yang bagaimanapun lihainya "Hih...
Kuntilanak Alam Kubur mencabut tongkatnya yang terhunjam dalam di tanah. Kedua matanya nam pak terpejam sejenak. Blbimya berkemik seperti meng-ucapkan sesuatu Tak lama kemudian, tongkatnya di-ketukkan ke tana


8

Sepasang mata Dewi Bulan dan Kelabang Hijau terbelalak lebar Kini di hadapan mereka telah berdirt empat orang Kuntilanak Alam Kubur.

"Hik hik hik...! Ingin kuhhat, mampukah kalian menghadapi ilmu 'Pecah Raga'! Hik hik hik...!" ucap salah seorang dari empat nenek berpakaian serba hi tarn Itu

"'Pecah Raga'...?!" desah Kelabang Hijau dan Dewi Bulan bersamaan Wajah mereka memancarkan keterkejutan yang amat sangat. Keduanya memang pemah mendengar kedahsyatan ilmu Ini. Ilmu unik yang dapat membuat tubuh pern liknya menjadi ba-nyak. Sungguh tak disangka kalau nenek itu bisa me milikinya Namun belum lag! habis rasa terkejut mereka. Hba Hba

"Hiyaaa...!"

Empat orang Kuntilanak Alam Kubur menyerbu serentak Kelabang Hijau dan Dew) Bulan bertindak cepat Keduanya segera menggabungkan ilmunya se-hingga serangan dan pertahanan mereka menjadi ber lipat ganda.

"Haaattt..!"

PRAHARA HUTAN BANDAN

105

Salah seorang dari empat Kuntilanak Alam Kubur berteTiak nyaring. Kedua Jari tangannya menusuk cepat ke dada Dewi Bulan. Angin mencicit nyaring mengi ringi tibanya serangan itu.

"Hlh...!"

Kelabang Hijau mengururkan tangan kirinya ke arah Dewi Bulan Wanita sesat Itu m yambut dan menggenggamnya dengan tangan kanan Tusukan dua Jari yang mengarah ke lehemya ditangkis dengan tangan kirinya.

Flak'

"Ihhh...!"

Kuntilanak Alam Kubur memeklk tertahan Tubuh-nya langsung terjengkang ke belakang. Rupanya ga-bungan tenaga dalam sepasang tokoh sesat tadi telah berhasil memecah pertahanan keempat Kuntilanak Alam Kubur.

Beberapa kali, baik Kelabang Hijau maupun Dewi Bulan berhasil menyarangkan pukulan telak pada da-da. perut ataupun ulu hati lawan lawannya Tetapi ke Jadian tadi berulang kembah Keempat Kuntilanak Alam Kubur seolah olah tidak merasakannya

Tak terasa seratus Jurus telah lewat Kelabang Hijau dan Dewi Bulan merasa lelah bercampur kesal Letah karena harus mengeiak serangan gencar keem pat Kuntilanak Alam Kubur Kesal karena scbap kali lawan dirobohkan. tahu-tahu sudah bangkit menye rang kembali. Lama kelamaan rasa lelah membuat

106

ilmu gabungan mereka mulai kacau Sementara empat Kuntilanak Alam Kubur masih terbhat segar.

"Hik hik hik. !" salah seorang dari empat Kuntilanak Alam Kubur menglklk 'Tak lama lagi, ajal kalian akan tiba. Hik hik hik...I Tidak ada seorang pun yang akan kubiarkan hidup, setelah memasuki Hutan Bandan!"

Kuntilanak Alam Kubur tahu, selama kedua lawannya masih bersatu mereka sullt dikalahkan Keduanya harus dipteahkan lebih dulu. pikimya. Segera keempat nya berpencar Kinl baik Dewi Bulan maupun Kelabang Hijau masing masing menghadapi dua Kuntilanak Alam Kubur.

Kelabang Hijau dan Dewi Bulan sama sekali tidak menyadari sJasat lawan. Baru setelah beberapa jurus kemudian, mereka sadar. Segera keduanya bermaksud untuk bersatu kembali Tap! Kuntilanak Alam Kubur membaca maksud mereka. sehingga usaha keduanya gagaL

Crottt..!

"Akh...!" Dewi Bulan mcnjerit tertahan ketika dua buah jari tangan Kuntilanak Alam Kubur menusuk pe rutnya Belum lag! ia sempat berbuat sesuatu Kuntilanak Alam Kubur yang satu lag! telah menyarangkan sebuah tendangan keras ke dadanya

Buk...!

"Aaakh...!"

Dewi Bulan menjerit melengklng rJnggi Tubuhnya

107

melayang jauh ke belakang dengan tulang-tulang dada remuk. Darah segar keluar dari mulut, hidung, dan telinganya Nyawanya melayang dhnngi jeritan ke-maban yang menyayat. Brukkk...!

Kelabang Hijau terkejut mendengar jeritan keka-sihnya. Tapi, dia bdak bisa berbuat apa-apa Keadaan nya sendiri terjepit Kini ia harus bertarung melawan keempat Kunblanak Alam Kubur sekaUgus. Belum ada dua Jurus setelah kemaban Dewi Bulan, sebuah tusuk-an jari lawan meluruk cepat ke pelipisnya.

Tukkk.!

"Aaakh...!"

Kelabang Hijau memekik tertahan Tubuhnya anv bruk dengan tulang pelipis pecah. "Hlk hik hlk...!"

Empat orang KunHlanak Alam Kubur itu tertawa mengikik menatap kedua mayat yang terbujur di tanah. Sesaat kemudian, bga orang kembaran nenek berpakaian hitam itu lenyap tanpa bekas. Kini bnggal satu orang Kunblanak Alam Kubur

Kepala Kunblanak Alam Kubur menoleh ke kiri Pendengarannya yang tajam menangkap suara langkah bergerak ke arahnya. Bctul saja. Beberapa saat kemudian, berkelebat bayangan ungu di hadapannya.

108

Kuntilanak Alam Kubur menatap sosok bayangan ungu yang ternyata adalah Arya. si Dewa Arak.

Tiba-bba saja macan pubh yang sejak tadi mende-kam mengawasi pertarungan majikannya, bangkit. Suara gereng kemarahan terdengar dari muhitnya begitu melihat kedatangan anak muda ini.

"Keparat..!" geram Kunblanak Alam Kubur. "Jadi, inikah orang yang dulu melukaimu. Pubh?!" tanya nenek itu. Kebka dilihatnya binatang peliharaannya menggereng-gereng penuh kemarahan.

"Grrrh...!" macan pubh kembali menggereng pelan. Kunblanak Alam Kubur mengerb makna gerengan binatang peliharaannya.

"Kalau begitu. kau tcnang saja dl sini Akan kuba-las sakit hattmu!"

Kunblanak Alam Kubur melangkah mendekab Dewa Arak yang tetap bersikap tenang

"Bukankah kau yang berjuluk Dewa Arak?" tanya nenek itu. Kasar dan keras suaranya. Memang dia sudah mendengar nama besar Dewa Arak yang telah menggoncangkan dunia persilatan. Begitu melihat ciri-ciri Arya, dia sudah bisa langsung menduganya.

Dewa Arak mengangguk.

"Begirulah orang memberiku Julukan." jawabnya seraya memutar tubuhnya. "Dan kau pasb Kunblanak Alam Kubur. Bctul kan?" duga Dewa Arak. Sepasang matanya memandang berkeliling

Dewa Arak terkejut begitu matanya tertumbuk

109

pada dua sosok yang d kenalnya. lergoiek tanpa nyawa. Dua orang Inl dulu pemah hampir mencelakainya, kalau saja tklak datang Melati menolongnya (Unruk lebih jelasnya, bacalah serial Dewa Arak dalam episode "Cinta Sang Pendekar") Bagaimana mungkin keduanya tewas di tangan nenek Ini? pikirnya setengah tidak percaya. Bukankah kcpandatan yang dimlliki sepasang tokoh tua inl sudah sangat tinggi?

Wajah nenek berpakaian hitam berubah hebat

"Dari mana kau tahu julukanku Dewa Arak?! Aku yakin ada orang yang memberitahukanmu," tanya nenek itu penuh selldik.

"Dari mana kutahu drrimu, itu adalah rahasiaku Kedatanganku ke hutan in) adalah unruk menghenrJ kan kekejianmu terhadap penduduk Desa Bandan Se-kafigus membalas perlakuanmu terhadap kawanku yang telah kau lukal!"

Kuntilanak Alam Kubur tercenung sejenak men dengar ucapan terakhir Dewa Arak Ken ngnya berker-nyii pertanda tengah berpikur keras

'Temanmu?" tanyanya Diingat u galnya kembali sebap pertempuran yang dialaminya belum lama inl. Tapi seingatnya, dia baru bertarung dua kali Kim nenek itu teringat pada bayangan ungu yang telah menyeiamatkan gadis berpakaian putih dari cengke ramannya "Jadi, kau rupanya yang telah menyeiamatkan gadis berpakaian putih itu!?"

Dewa Arak menganggukkan kepa nya

110

"Benar. Akulah orangnya " sahut Arya singkat Setelah Itu tanpa ragu-ragu lagi, Dewa Arak mengam bil gucl arak yang tergantung di punggungnya. Diang-katnya ke atas kepala Kemudian dituangkan ke mu lutnya.

Gluk... gluk. gluk.

Suara tegukan terdengar ketika arak melewati kerongkongannya Sesaat kemudian dirasakan hawa hangat menyebar dalam perutnya dan terus naik ke atas kepala.

"Hlh...!"

Kuntilanak Alam Kubur menggertakkan gigj Pela-han lahan, kedua tangannya mengepal. Terdengar suara berkerotokan keras seperti ada tulang rulang ber patahan begitu Jari jannya dikepalkan. Ftrasatnya me ngatakan kalau Dewa Arak mempunyai kelihaian tinggi. Tanpa sungkan sungkan lag! segera d keluarkan Ilmu 'Tinju Gaja

"Hiyaaa...!"

Dengan diinngi tenakan nyaring, Kuntilanak Alam Kubur menyerang Dewa Arak Tangan kanannya dipu kulkan keras ke wajah lawan. Angin berhembus keras mengawali serangannya

Tapi kali Ini yang diserangnya adalah Dewa Arak, meskipun masih muda. tapi memiliki ilmu Imu aneh dan tinggi Dengan langkah terhuyung huyung yang menjadi ciri khasnya. Arya mengelakkan serangan itu.

"Heh ..?!" Kuntilanak Alam Kubur terpekik kaget

111

ketika melihat lawannya tahu tahu lenyap dari situ Belum lagi hilang rasa terkejutnya, dirasakan adanya angin dlngin berkesiut di belakangnya Dewa Arak oba-bba telah berada dl belakangnya, dan tengah mengayunkan guclnya ke arah belakang kepalanya "Hih...!"

Nenek berpakaian serba hitam In! segera melompat ke depan. Tubuhnya berguling-guling menjauh Serangan guci Dewa Arak mengenai tempat kosong

Wajah Kuntilanak Alam Kubur berubah. Selama hidupnya baru kali ini dia bisa dibuat bergulingan di tanah dalam segebrakan. Hal Ini tentu saja membuat amarahnya meluap. Begitu bangkit dari berguhngnya, dia pun kembali menerjang lawannya dengan dahsyat

Kedua tinju Kuntilanak Alam Kubur menyambar nyambar dahsyat mencari sasaran Terdengar suara gemuruh setiap kali tinjunya melayang.

Tapi meskipun si nenek menyerang bagaikan ker bau mengamuk, semua serangannya dapat dikandas kan oleh Dewa Arak. Jurus 'Delapan Langkah Belalang' yang dlmainkan Arya membuatnya lincah mengelakkan serangan. Bahkan tidak jarang malah berbaiik mengancam lawan.

"Haaat..!"

Kedua tangan Dewa Arak yang memainkan jurus 'Belalang Mabuk' menyambar deras ke arah kedua pelipls Kuntilanak Alam Kubur.

Nenek berwajah mirip burung elang itu tertawa

112

mengikik. Serangan Itu segera djpapakinya dengan kedua tangan yang dilintangkan di sisi teUnganya. Plak...!

Benturan dua pasang tangan yang mengandung tenaga dalam tinggi pun terjadi. Tubuh Dewa Arak tenengkang ke belakang. Sekujur tangannya dirasakan ngilu sekali. Napasnya terasa sesak. Sementara si nenek dilihatnya hanya terhuyung-huyung tiga langkah ke belakang. Jelas, kalau dalam adu tenaga dalam, Kuntilanak Alam Kubur masih berada dl atas Dewa Arak!

"Hlyaaa...!"

Belum sempat pendekar muda in! memperbalkl kuda-kudanya, nenek berpakaian hitam itu kembali menerjang. Ilmu 'Tinju Gajah' kembali menderu-deru mencari sasaraa

Dewa Arak segera dapat mematahkapnya Ilmu 'Belalang Sakti* yang dimainkan Arya, memungkinkan nya bergerak dalam poslsi apa pun tanpa mengalaml kesulitan

Dalam waktu singkat, seratus jurus telah berlalu Pertarungan masih berjalan seimbang. Belum tampak ada tanda tanda siapa yang terdesak.

"Hm.... Bukan main Hhainya pemuda ini...," puji seorang kakek bermata putih. Punggungnya bungkuk. Di tangan kanannya tergenggam sebatang tongkat pe nunjang tubuhnya. Kaki kirinya buntung sebatas pang kal paha. Ujung celana di sebelah kirinya berklbaran

PRAHARA HUTAN BANDAN

113

tertiup angin

'Tidak aneh. Kek. Dia adalah Dewa Arak," sahut gadis di sebelahnya yang tak lain adalah Melati. Di belakang keduanya nampak berdlri tujuh orang. Mereka adalah Ki Sancaperta, Ki Gayan, Jiwala dan empat orang penduduk Desa Bandan lainnya.

Rupanya Ki Sancapaperta dan Ki Gayan merasa tidak enak bila hanya menunggu di desa, sementara Dewa Arak berjuang unruk kepentingan desa mereka. Bersama Jiwala dan empat orang warga desa lainnya, mereka berbondong bondong masuk hutan. Di tengah penalanan, mereka bertemu dengan kakek penyelamat desa mereka bersama seorang gadis berpakaian putih.

Mulanya hampir terjadl kesalahpahaman. Ketujuh orang warga Desa Bandan Inl tidak dapat menahan amarahnya begitu mengenali si kakek. Tapi untunglah si kakek segera member! kan penjelasan Sehingga pertumpahan darah yang sia-sla. akhimya dapat dihln dari.

Kesembilan orang Itu bergegas ke tempat itu begitu mendengar suara pertempuran Kinl mereka menonton pertarungan itu dari tempat yang agak jauh

Melati memandang ke a rah pertempuran dengan pandangan mata cemas. Dia pemah merasa kan keli-haian Kuntilanak Alam Kubur. Dilihatnya tenaga dalam tunangannya tidak mampu mengimbangi tenaga dalam lawan

Kuntilanak Alam Kubur menggeram hebat mena-

114

han amarah. Telah serarus lima puluh jurus berlalu, tapi dia beJum dapat mematuhkan lawannya. Ilmu 'Tinju Gajah' sama sekab bdak berdaya. Bahkan beberapa kali dia dibuat jatuh bangun oleh serangan ba-lasan Dewa Arak. "Hih...l"

Kuntilanak Alam Kubur men ent melengking ting gL Tubuhnya melenrJng ke belakang. Dewa Arak tidak be rani gegabah mengejamya.

"Hup...!"

Ringan tanpa suara, nenek berpakaian serba hitam ini mertdarat dekat tongkat yang tadi ditancapkannya di tanah.

"Hlh...!"

Kuntilanak Alam Kubur mencabut tongkatnya. Se pasang matanya terpejam. Bibimya berkemik seperti mengucapkan sesuatu. Kemudian tongkatnya diketuk kan ke tanah.

"Ahhh...!" seru Arya terkejut. Di hadapannya kini telah berdiri empat orang Kuntilanak Alam Kubur. Masing masing menggenggam tongkat berujung kepala burung elang.

"Ilmu sihir...!" teriak Melati pula tak kalah terkejut nya. Bukan cuma Melati saja, ketujuh orang di be lakangnya juga mengalami hal seru pa

"Ada apa, Melati?" tanya kakek bongkok mende sah, begitu mendengar seruan seruan kaget itu Dahi-nya berkemyit seperti tengah berplkir keras.

115

"Ng..., anu, Kek. Lawan Kang Arya kini telah menjadi empat orang." jawab gadis berpakaian pubh itu membentahu.

"Hm...," kakek bongkok itu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Ilmu 'Pecah RagaV desahnya pelan.

"Kau tahu ilmu itu, Kek?" tanya Melab penuh gal-

rah.

"Hm.... Rupanya ilmu "bite itulah yang dipela-jarinya selama Ini Kekuatan iblisnya diperoleh dad darah remaja-remaja yang dihirupnya. Mudah mudah an saja tunanganmu itu berhasil menemukan kele-mahannya."

Melab terdiam. Semula dia berharap si kakek bongkok mengetahui kelemahan ilmu Kunblanak Alam Kubur. Tapi mendengar ucapan tadi, gadis ini pubis harapan. Kembali dialihkan perhabannya ke ar*>na pertarungan.

Sementara itu. Kunblanak Alam Kubur yang kini telah berubah menjadi empat orang. sudah menerjang Dewa Arak.

Menghadapi seorang saja, Dewa Arak sudah ke walahan. Apalagi menghadapi empat orang! Tapi dengan kegesitan jurus. 'Delapan Langkah Belalang'. dia masih mampu mengimbangi

"Haaat...!" salah seorang Kunblanak Alam Kubur menjerit keras. Tongkat kepala burung elang dl tangannya, dlrusukkan ke arah perut Dewa Arak.

Anak muda ini melenbngkan tubuhnya, tahu tahu

116

ia telah berada di belakang nenek tadi Guci arak di tangannya terayun deras menghantam punggung lawannya.

Buk...!

"Huakh...!"

Hantaman guci tadi dtlakukan dengan pengerahan tenaga dalamnya Akibatnya, perempuan tua itu ter-pental jauh ke depan. Tubuhnya jatuh tersungkur sambil memuntahkan darah segar. la pun tewas seketika'

Wul..!

Belum sempat Dewa Arak melanjutkan serangannya, Kunblanak Alam Kubur yang lain membabatkan tongkatnya ke kaki Arya.

"Hih...!"

Dewa Arak melompat ke atas Dan selagi tubuhnya berada di udara. Gucinya diayunkan ke kepala lawan. Gerakannya cepat, sehingga sebelum Kunblanak Alam Kubur menyadarinya, tiba-bba....

Wut.! Prak...!

"Aaakh...!"

Terdengar suara berderak keras kebka kepala nenek itu pecah. Seketika itu juga nyawanya melayang meninggalkan raga.

Dewa Arak melenbngkan tubuhnya menjauhi arena pertarungan. "Hup...!"

Ringan tanpa suara kedua kakinya hinggap di ta

117

nah beberapa tombak dari arena pertarungan. Kin) perasaannya agak sedikit lega Dua cfi antara lawannya sudah berhasil dirobohkan Tidak lerlalu berat baginya menghadapi dua Kuntilanak Alam Kubur yang tersisa

Tapi, Dewa Arak terperanjat ketika melihat lawannya masih tetap berjumlah empat orang! HarJnya penasaran Kepalanya ditolehkan ke a rah dua mayat yang berhasil ditewaskannya Tempat itu kosong!

"Hm..., ilmu IbHs!" gumam Arya lhih.

"Hik hik hik...! Kaget, Dewa Arak» Hik hik hik...! Jangan mimpi dapat mengalahkan Kuntilanak Alam Kubur! Hik hik hik...!" ejek nenek itu sambil tertawa mengikik.

Arya sadar, kali ini dia kembali bertemu dengan tokoh berilmu aneh. Semacam ilmu sihir! Tapi, }auh ih dahsyat lag) Dewa Arak memang pemah mendengar namanya, ilmu 'Pecah Raga'!

Arya adalah seorang pemuda yang cerdas Penga la man demi pengalaman telah mempertajam pikiran-nya la tahu, meskipun lawannya terlihat empat orang, tela pi sebenarnya tetap satu Jadi toga dari empat orang itu adalah palsu! Dan Kuntilanak Alam Kubur yang palsulah yang tadi ditewaskannya Itulah sebabnya mereka dapat htdup kembali Kinl satu satu nya Jalan adalah merobohkan Kuntilanak Alam Kubur yang a sit! Tapi. mana di antara empat orang itu yang ash

"Hik hik hik. ' Mengapa termenung d) situ, Dewa Arak? Berpikir unruk melarikan dirP Jangan harap!

118

Kau harus mat) cfi tanganku Dewa Arak!" Gruk... gluk... gluk...!

Dewa Arak kembali menuangkan arak ke dalam mulutnya Ucapan Kuntilanak Alam Kubur seolah-olah tidak cfidengamya sama sekall

"Hlyaaa...!"

Sambil mengeluarkan jerit melengking nyaring, Dewa Arak mekxnpat menerjang. Entah bagaimana caranya tahu tahu gucinya telah berada kembali di punggungnya Kinl sepasang tangannya bergerak gerak aneh menyerang lawannya.

Kali ini dia memang meminum araknya lebih ba nyak dari biasanya Jurus Bclalang Mabuk' kinl menyambar nyambar dahsyat ke arah empat orang lawannya.

Empat Kuntilanak Alam Kubur Itu langsung ber pencar. Tapi, Dewa Arak kinl berada dalam puncak ilmunya Secara tak terduga-duga, dihantamnya uhi hati salah seorang Kuntilanak Alam Kubur.

Buk. ! Buk...!

"Aaakh...!"

Kuntilanak Alam Kubur yang sial itu memekik keras. Tubuhnya teriempar jauh. Nenek itu tewas seketika dengan sekujur rulang tulang dada hancur. Darah mengalir dents dari hidung. mulut dan telinganya.

Dewa Arak rupanya sudah tak sabar lag) in n ce-pat pat mengakhrri pertarungan Secepat kllat kedua

119

tangannya yang tadi dalam bentuk tangan jan jari belalang, berubah membentuk cakar yang terkembang lebar. Seketika itu pula tangan kanannya dihentakkan ke depan, disusul oleh hentakan tangan kirinya. Inllah Jurus 'Membakar Matahari'. Jurus ini dapat mengha-silkan gumpalan apl yang dapat menghanguskan apa saja yang terianda pukulan itu! Wusss...! Wusss...!

Dua buah gumpalan a pi menyambar deras ke a rah dua orang Kuntilanak Alam Kubur. Serangan Dewa Arak itu begitu cepat dan tiba-rjba. Sehingga seorang di antara mereka tidak bisa mengelak lagi.

"Aaakh...!"

Terdengar pekikan melengking tinggi. ketika api yang menyambar itu langsung mengenal dada salah seorang dari Kuntilanak Alam Kubur. Seketika itu juga tubuhnya terpental ke belakang. Tewas seketika dengan api menyala di atas tubuhnya!

Tapi sebelum Dewa Arak melanjutkan serangan nya, salah seorang Kuntilanak Alam Kubur telah lebih dulu menyerangnya. Tongkat di tangan nenek itu menyambar dahsyat ke kepala nya. Arya sempat menge-lakkannya, tapi tak urung tongkat itu menghantam bahunya.

Buk...!

"Akh...!" Dewa Arak memekik tertahan. Tubuhnya terbanting keras. Sekujur bahunya dirasakan ngilu bukan main. Seolah olah tulang tulangnya remuk.

120

"Hhh...!" Dewa Arak menghela napas ketika meli-hat lawannya kembali berjumlah empat orang lagi. Pemuda ini hampir putus asa. Sudah lebih dua ratus lima puluh Jurus dia bertarung. Tapi sampai saat ini tak juga dapat ditemukan kelemahan ilmu lawannya. Sulit unruk mencari mana di antara mereka yang asli. Sementara ma lam mulai berganti pagi Pelahan lahan sang mentari mulai menampakkan dirl

"Hik hik hik...! Sllakan kau keluarkan semua Ilmu mu Dewa Arak!" ejek salah seorang dari empat Kuntilanak Alam Kubur.

Tiba-tiba sepasang mata Dewa Arak berbinar-bi-nar. Sinar matahari yang mulai menyorot ke bum! membuat semangatnya bang kit. Beta pa tidak? Di antara keempat sosok tubuh itu, hanya ada satu yang mempunyal bayangan!

Otak Dewa Arak yang cerdik segera mengerrJ. Kuntilanak Alam Kubur yang mempunyal bayangan inilah yang asH Yang lainnya palsu belaka. Tercipta karena keunikan ilmu 'Pecah Raga*.

Tapi Dewa Arak tidak bertindak bodoh Pemuda itu berpura-pura tidak tahu. Dikumpulkannya lagi seluruh tenaga dalamnya. Setelah rasa ngilu di ta-ngannya berkurang, dia kembali melompat menerjang. Kinl Dewa Arak sudah mempunyal sasaran. Tapi, un tuk tidak membuat kecurigaan, diterjangnya Kuntilanak Alam Kubur yang palsu. Meskipun begitu, sepasang matanya tidak lepas mengawasi Kuntilanak

PRAHARA HUTAN BANDAN

121

Alam Kubur yang mempunyai bayangan. "Hryaaa..!"

Guci arak yang kini telah berada di tangannya kembali, diayunkannya ke arah kepala salah seorang Kuntilanak Alam Kubur.

Wut..!

Guci itu lewat di atas kepala ketika si nenek me-nundukkan kepalanya

Tapi di saat itulah. secara tidak terduga-duga. Dewa Arak melemparkan gucinya ke arah Kuntilanak Alam Kubur yang mempunyai bayangan.

Wut...!

Guci itu meluncur deras Karuan saja si nenek terkejut bukan main. Segera dia melompat mengelak. Tapi di saat itulah Dewa Arak sudah menghentakkan kedua tangannya berganBan ke depan. Kedua Jari-Jari tangannya mengembang iebar membentuk cakar. Ini-lah jurus 'Membakar Matahari'

Wut..!

Dua buah gumpalan api menyambar dahsyat ke tubuh Kuntilanak Alam Kubur yang tengah melompat tinggi ke atas. Tidak ada jalan lain bag! nenek Itu kecuafi menangkisnya.

Tiga orang Kuntilanak Alam Kubur yang lain berusaha membanru Dua di antaranya berusaha mence gat pukulan Itu, tapi gagal Yang seorang lagi menyerang Arya. Tongkat di tangannya menyambar dahsyat

122

Wut..! Dua buah gumpalan api menyambar dahsyat ke tubuh Kuntilanak Alam Kubur yang tengah melompat ke atas. Inllah jurus 'Membakar Matahari' yang baru kali ini dtpergunakannya!

Tidak ada Jalan lain bag! nenek itu kecuali menangkisnya mati matian

123

ke kepala Dewa Arak. Trak!

"Akh...l"

Dewa Arak menjent keras. Tangan kanannya yang menanglds serangan itu seperti lumpuh rasanya Tu lang tulangnya terasa remuk Ngilu bukan main. Tap! di saat lawan hendak menyusulinya dengan serangan maut, terjadi scbuah keanehan Tubuh yang masih berada di udara itu menggel at Kedua tangannya me megangi dada, seperti mendenta rasa saklt yang hebat

Rasa penasaran membuat mata Dewa Arak bere dar berkeliling Pandangannya tertumbuk pada tubuh Kuntilanak Alam Kubur asli yang tengah menggekat geliat di tanah. Sekujur tubuhnya penuh nyala api ber kobar Rupanya pukulan Dewa Arak dalam pemakaian Jurus 'Membakar Matahari', tak mampu ditahannya Beberapa saat tubuhnya menggelepar sebelum akhir nya diam rJdak bergerak lag). Marl'

Seiring dengan tewasnya Kuntilanak Alam Kubur asli, tiga orang kembarannya lenyap tanpa bekas

"Hhh...!" Arya menghela napas. Antara perasaan lelah dan lega Segera dipungutnya guci mlliknya yang tergeletak Jauh dari mayat si nenek Kemudian disam ptrkannya di punggung

"Kang Arya ..I"

Suara yang amat dfikenalnya berseru memanggil nya. Dewa Arak tersenyum Dillhatnya Melati tengah berlari cepat ke arahnya.

124

Arya mengem bang kan kedua tangannya. meme hik gadis itu erat-eraL

"Aku khawatir sekaR. Kang." ucap Melati Suara-nya tersendat sendat

"Nenek itu memang hhal sekali," desis Arya penuh kekaguman "Unrung aku berhasil menemukan kelemahan llmunya. O, ya. Mengapa kau berada di hutan mi. Melati?"

"Kakek yang menyuruhku, Kang Aku disuruh mengamaIkan ilmu yang kuperoleh dari nya Kau bo-hong, Kang Arya. Waktu itu. kau bilang ingin da tang menjumpaiku," ucap gadis itu merajuk (Baca serial Dewa Arak dalam episode "Banjhr Darah di Bojong Gading").

"Maafkan aku, Melati Aku belum sempat mene-mulmu Kau bisa memakluminya kan?" tanya Arya meminta pengertian gadis itu.

Melati tersenyum manis Pelahan dianggukkan kepalanya. 'Tak a pa, Kang, Toh. sekarang kita sudah bertemu "

"Ehm..., ehm...!"

Suara deheman dua kali menyadarkan kedua muda-mudi Itu Melati terlngat bahwa masih ada orang lain di sekitar mereka. Kakek bongkok yang buta dan Juga Ki Sancaperta dan para penduduk Desa Bandan. Dengan muka merah, keduanya menoJeh.

"Aku Ingin meminta pertc4ongan pada kalian Boleh?" tanya kakek bongkok Itu.

125

"Pcrtc4ongan apa, Kek?" tanya Arya heran.

'Tolong kemarikan mayat Istriku " sahut kakek itu pelan. Nada suaranya menyimpan kedukaan yang dalam. Macan putih hampir menerkam Dewa Arak kalau kakek buta itu tidak mencegahnya

Dewa Arak segera menghampd mayat nenek yang telah hangus. Diangkatnya, kemudian dihampiri nya kakek bongkok itu.

"Bagaimana dengan benda langit ini, Arya? Kau tidak ingin memilikinya?" tanya kakek itu sambil me nunjukkan sebuah benda midp batu berwama gelap. Besamya hampir se besar kepala orang dewasa. Se waktu Dewa Arak bertarung dengan Kuntilanak Alam Kubur, Melati mengambilnya dan memberlkannya pada si kakek.

Dewa Arak memperhatikan benda yang telah me nlmbulkan malapetaka itu sejenak.

"Sebenarnya, apa sih keistimewaan benda itu, Kek?" tanya Arya ingin tahu.

"Banyak, Arya," jawab kakek bongkok itu. "Benda ini bisa dijadikan senjata pusaka yang ampuh. Bahkan juga dapat digunakan untuk menawarkan segala jenis racun "

"Ah...I Pantas banyak orang yang berniat menda patkannya," ucap Arya mulai mengerti

Kakek bongkok itu hanya tersenyum.

"Bagaimana, kau mau. Arya?"

126

'Terima kasih, Kek. Aku tidak bermlnat memilikinya Blarlah kakek yang menyimpannya," tolak Arya. "Dan Ini mayat istri kakek Aku mohon maaf atas kejadian ini, Kek," ucap Arya sambil meng-angsurkan mayat Kuntilanak Alam Kubur pada kakek bongkok itu.

Kakek bongkok itu mengangsurkan tangan menedma mayat Istri nya

"Lupakanlah, Dewa Arak. Kau tidak bersalah." sahut kakek itu "Mad. Putih!"

Setelah berkata demikian, kakek bongkok itu melangkah pergi meninggalkan Arya, Melati, dan para penduduk Desa Bandan. Tak jauh di belakangnya, macan putih mengikuti dengan langkah pelan.

Dewa Arak, Melati, dan penduduk Desa Bandan memandangi keperglan kakek itu. Baru setelah itu Arya menolehkan kepalanya. Menatap ke arah Ki Sancaperta dan Ki Gayan.

"Kami juga ingin mohon did. Ki...," ucap pemuda berambut putih keperakan itu Dan sebelum kedua se sepuh Desa Bandan itu menyahut. Dewa Arak segera melesat dari situ sambil menarik tangan Melati. Sesaat kemudian. tubuh muda mudi perkasa itu Ienyap di batik kerimbunan pepohonan.

"Pemuda yang luar biasa...." gumam Ki Sancaperta pelan. 'Tanpa banruannya desa kita tidak akan lepas dari malapetaka "

"Benar," sahut Ki Gayan.

127

Kemudian, dengan langkah lebar mereka melang kah menlnggalkan Hutan Bandan Hari esok yang ce rah telah menanti mereka

Semcntara itu di kejauhan Arya dan Melati tengah bergandengan seraya melangkah pelan. Masih banyak tugas tugas yang menanti Dewa Arak.

SELESAI

128

Tidak ada komentar: